27 August, 2013

Keberlakuan Pasal 12 D UU-TIPIKOR Bagi Advokat

Pasal 12 huruf D uu-30-1999 Jo. uu-20-2001 : Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bagi Profesi Advokat bagaimana harus dimaknainya ? Apakah rumusan ini ditujukan kepada advokat yang tidak menjadi kuasa hukum atau-kah advokat yang menjadi kuasa hukum si tersangka/terdakwa tipikor?

Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) :
Butir D  seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;

RGS : saya berpendapat bahwa ketentuan itu berlaku bagi advokat di muka pengadilan, baik pada saat ia menjadi saksi [ahli] di pengadilan, menjadi kuasa hukum di pengadilan, bahkan juga berlaku pada saat ia menjalankan fungsi advokat di luar pengadilan misalkan dalam rangka memberi opini kepada klien yang merupakan tersangka korupsi. Jadi berlaku pengertian advokat secara umum sesuai UU-Advokat.
Penegasan dalam rangka memberi opini kepada kliennya [misalkan dalam pemberian jasa hukum non-litigasi], advokat memberikan saran & pendapat hukum dengan yang [bertentangan dengan kode etik / dan ketentuan peraturan-perundangan lain khususnya uu-tipikor], namun dengan berbagai kelihaiannya ia mampu membungkus semua tindakan yang melawan hukum tersebut dengan berbagai perangkat hukum yang sah, untuk melarikan, mengalihkan aset atau kekayaannya, agara tidak terciduk sebagai kekayaan [bukti] yang diduga diperoleh dari hasil korupsi. Dalam referensi asing yang pernah saya baca, seorang mafia narkotika profesional harus memiliki pengacara, akuntan, dokter, pendeta [pribadi], mafia ini memandang bahwa dari ke-4 profesi itu yang terpenting adalah advokat.
Di Indonesia saya tidak tau, apakah tersangka korupsi sebelum melakukan tindak pidana korupsi, ia berkonsultasi terlebih dahulu kepada pengacaranya, agar tindak pidana korupsi yang akan dilaksanakannya kelak, bisa sukses & terlepas dari jeratan hukum di kemudian hari [disini ia memanfaatkan advokat untuk memprediksi (Ex-Ante) melalui berbagai keahlian dan perangkat hukum yang ada, untuk melakukan kejahatan korupsi, yang akan dilakukan di masa mendatang, kemudian menganalisa kenyataan berdasarkan prediksi/asumsi tersebut, setelah tindakan tersebut dilaksanakan. Kalau fungsi advokat diberikan kepada klien sebelum klien melakukan tindak pidana korupsi, disini akan ada dua hal yang bisa terjadi :
1. korupsi tidak terjadi [karena advokat menyarankan sisi positif dan melarang si klien melakukan tindak pidana korupsi, dan si klien nurut]. [OK]
2. korupsi tetap terjadi. Jika berdasarkan opini hukum yang diberikan [melanggar kode etik dan melawan hukum] secara tepat, jitu dan akurat, maka ketika korupsi itu terjadi dengan sukses dan gemilang, klien tidak akan pernah di-pidana. [ERR] 
3. Apakah advokat akan melakukan pilihan [1] atau [2] itu menyangkut etika dan penghayatan advokat baik secara vertikal dan horisontal. +
Saya berpendapat, jika si-advokat memberikan saran dan pendapat hukum, sebelum tindak pidana korupsi dilakukan, maka ketentuan pasal 12.D UU-Tipikor tidak berlaku.

Robaga Gautama Simanjuntak
@AdvokatRGSMItra