Masukan buat
RUU-KUHAP yang sering dibahas diantar para advokat....
1.
setiap tersanga atau terdakwa, tak perduli ia
melakukan tindak pidana umum atau setengah umum, MAUPUN tindak pidana khusus
atau setengah khusus, apapun alasannya WAJIB didampingi penasehat hukum! karena
ada undang-undang advokat dan uu-ham serta instrumen peraturan-perundangan lain
yang mewajibkan seseorang didampingi penasehat hukum.
2.
Jika si tersangka/terdakwa menolak didampingi
advokat, maka penyidik harus memaksa tersangka/terdakwa untuk tetap didampingi
PH walaupun upaya pendampingan PH sangat pasif. Konsekuensi jika jika point ini
tidak dilaksanakan, maka B.A.P. = BATAL DEMI HUKUM ; apalagi
3.
Jika sejak awal penyidik dengan sadar sengaja
menghalang-halangi si tersangka / terdakwa untuk tidak didampingi penasehat
hukum! maka DUGAAN kejahatan [akan dianggap] TIDAK PERNAH ADA!
4.
kalau dari settingan awal, ketentuan diatas terpenuhi,
maka mau bentuknya HPP [Hakim Pemeriksaan Pendahuluan] ATAU PHH [Pasukan anti
Huru-Hara], sudah jelas ada tugas advokat yang berjuang demi kepentingan
kliennya. Apakah di tengah pemeriksaan HPP ada hakim nakal yang bertugas HPP maka advokat mengerti untuk memperjuangkan kepentingan
kliennya.
Percumah ada instrumen atau aturan tambahan dalam RUU-KUHAP kalau ternyata lembaga ‘tambahan’ jarang dipakai oleh tersangka/terdakwa, karena kebanyakan terdakwa/tersangka tidak mengerti upaya hukum, apalagi yang ada didalam tahanan, pasti ga bisa berfikir sehat [karena otak dan kepala ga nyatu, alias mereka pasti setress mikirin dirinya sendiri] apalagi untuk memanfaatkan lembaga/instrumen hukum yang tersedia & bisa dimanfaatkan untuk kepentingan atau hak-hak.nya menurut hukum.
Percumah ada instrumen atau aturan tambahan dalam RUU-KUHAP kalau ternyata lembaga ‘tambahan’ jarang dipakai oleh tersangka/terdakwa, karena kebanyakan terdakwa/tersangka tidak mengerti upaya hukum, apalagi yang ada didalam tahanan, pasti ga bisa berfikir sehat [karena otak dan kepala ga nyatu, alias mereka pasti setress mikirin dirinya sendiri] apalagi untuk memanfaatkan lembaga/instrumen hukum yang tersedia & bisa dimanfaatkan untuk kepentingan atau hak-hak.nya menurut hukum.
Siaran Pers
Sumber
: milis perhimpunan advokat Indonesia | Pada 5/2/2013 4:40 PM
Hakim
Pemeriksa Pendahuluan (HPP), istilah yang diperkenalkan Rancangan KUHAP tahun
2012 untuk menggantikan praperadilan diyakini belum mampu menjawab mendasar
yang selama ini terjadi. Salah satu penyebabnya karena konsep HPP yang diusung
dalam Rancangan pada dasrnya tidak berbeda dengan lembaga praperadilan yang
hingga kini masih berjalan. Demikian antara lain kesimpulan Institute for
Criminal Justice Reform (ICJR)
ICJR
menekankan bahwa masih ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan agar
problem yang telah terjadi selama ini di bawah konsep praperadilan tidak lagi
terulang di masa mendatang. Salah masalah penting adalah pemberian wewenang
penuh kepada penyidik untuk penetapan tersangka. Pemberian wewenang mutlak
dalam hal penetapan tersangka tanpa ada peninjauan dari Hakim Pemeriksa
Pendahuluan justru akan mengulangi masalah yang terjadi saat ini dalam lembaga
Praperadilan.
Menurut ICJR
konsep HPP tersebut masih sama seperti praperadilan yang memberikan kewenangan
absolut kepada penyidik untuk menentukan keterpenuhan bukti permulaan yang
cukup untuk menentapkan seseorang menjadi tersangka, dan bukti yang cukup untuk
melakukan penahanan. Absolutnya kewenangan ini pada akhirnya menyebabkan
kewenangan penyidik tidak dapat dikontrol, termasuk dalam menentukan pengenaan
penahanan terhadap seseorang.
ICJR memandang
bahwa setiap upaya tahapan proses dalam sistem peradilan pidana harus melalui
peninjauan oleh pengadilan (judicial scrutiny) termasuk terhadap upaya paksa
yang dilakukan penyidik. Dengan kata lain, walaupun dimungkinkan menetapkan
orang sebagai tersangka, tapi post factumnya harus tunduk pada pengujian
judicial dan bukan mendasarkan pada diskresi.
ICJR
menyesalkan bahwa praperadilan sebagai mekanisme komplain hingga saat ini tidak
berjalan efektif. Padahal, semangat melalui praperadilan ketika pembentukan
KUHAP sangat erat kaitannya dengan perlindungan terhadap hak asasi manusia,
sesuatu yang tidak terwujud ketika HIR berlaku. ICJR melihat ada problem
krusial dalam design sistem peradilan pidana di Indonesia terutama pada tahap
pra-ajudikasi, yang pada akhirnya berdampak pada tidak efektifnya praperadilan
sebagai mekanisme komplain.
Terkait dengan
hal tersebut, ICJR bersama Koalisi KUHAP merekomendasikan beberapa hal sebagai
berikut:
1.
Diserahkannya Rancangan KUHAP oleh Pemerintah ke
DPR merupakan langkah konkrit yang menggambarkan adanya keinginan kuat untuk
memperbaiki sistem peradilan pidana Indonesia yang sudah tidak lagi dapat
menjawab perkembangan yang ada. Oleh karena itu, semua pihak harus
mengapresiasi dan mendorong para pemangku kewenangan, terutama DPR, agar
sungguh-sungguh dalam membahasnya.
2.
Meskipun telah ada kemajuan-kemajuan dalam
Rancangan KUHAP, termasuk materi tentang lembaga pengawas –mekanisme komplain,
namun masih terdapat beberapa problem krusial yang harus diperhatikan agar
problem-problem yang selama ini terjadi di bawah konsep praperadilan, tidak
lagi terulang di masa mendatang. ICJR menekankan agar dalam pembahasan
Rancangan ini nantinya, paradigma para pembahas (DPR) harus berlandas pada
pengentasan problem (problem solving) yang ada. Para pembahas harus memiliki
peta persoalan yang selama ini terjadi untuk dijadikan dasar dalam menentukan
kebijakan, terutama terkait dengan lembaga pengawas-mekanisme komplain.
3.
Penyediaan mekanisme komplain di dalam KUHAP
sesungguhnya memiliki ikatan kuat dengan penjaminan hak asasi manusia.
Pemberian kewenangan yang besar (diskresi) kepada penyidik selama ini terbukti
telah menimbulkan inkonsistensi antara kedua hal tersebut. Maka, ICJR mendesak
agar revisi terhadap materi mekanisme komplain ini harus dikembalikan lagi
kepada tujuan utamanya yakni perlindungan hak asasi manusia dengan melepaskan
diskresi penyidik dalam setiap tahapan peradilan pidana dan memberikan wewenang
kepada pengadilan untuk melakukan peninjauan terhadap setiap tahapan dalam
proses peradilan pidana
Kontak Person:
Sufriadi: 08522836****
Totok Yulianto
: 085770001782