23 November, 2012

Domisili Tergugat Di Dunia Nyata Vs. Tindakan Tergugat Di Dunia Maya

Terdapat satu pertanyaan mengenai domisili tergugat, jika seorang Tergugat yang juga adalah pejabat negara, secara pribadi [diduga] melakukan perbuatan melawan hukum, bagaimanakah menentukan kompetensi relatif bagi si Penggugat yang ingin mengajukan gugatan melalui pengadilan. Apakah gugatan seharusnya ditujukan ke alamat rumah atau ke alamat kantornya, karena subjek hukumnya yang digugat, bukan keputusan atau kebijakan seorang pejabat negara ; atau apakah benar jika Penggugat mengajukan gugatan ke alamat [domisili] tergugat di kantornya?

Simple Opini : apabila domisili / alamat tergugat misalkan berada di Jakarta Barat, dan domisili kantor Tergugat berada di Jakarta Selatan, maka jika Penggugat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hal ini akan memunculkan eksepsi [tangkisan] dari Tergugat yang menyangkut kompetensi relatif pengadilan, dengan alasan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili dan memeriksa perkara [karena Tergugat tinggal di Jakarta Barat] sehingga yang berwenang adalah Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Pendapat ini benar, apabila diterapkan di dunia nyata, misalkan sebuah transaksi nyata dilakukan didunia nyata seperti jual-beli, apabila salah-satu pihak wanprestasi atau melakukan perbuatan melawan hukum, maka gugatan harus digugat melalui Pengadilan yang mewilayahi domisili [tempat kediaman] nyata si-Tergugat]. Namun demikian, terhadap Tergugat yang melakukan tindakan  di cyber-space, maka pendapat / pemikiran ini terlalu menggunakan asas hukum konvensional [usang] yang tidak dengan memperluas atau memperhatikan ketentuan hukum acara yang diterapkan atau berlaku berdasarkan pasal 2 UU-ITE. Karena akan bisa menjadi sangat berbeda dalam penentuan kompetensi relatif pengadilan, apabila seorang Tergugat melakukan tindakan [yang diduga melawan hukum] dilakukan di cyber-space [internet].

Dalam cyber-space setiap pengguna akan terhubung ke publik [ke jaringan umum] yang bernama internet yang memiliki jaringan sangat luas [mendunia]. Internet sebagaimana asasnya, dalam menyampaikan informasi telah mampu menembus batas, ruang, waktu bahkan kedaulatan wilayah hukum suatu negara. Dengan menggunakan asas ‘peluasan’ keberlakuan hukum yang dikenal dalam UU-ITE ini, maka tindakan Tergugat di dunia maya tidak perlu diperhatikan [dicari-cari] dimana saat itu ketika Tergugat melakukan tindakan dan berdomisili. Pendapat  ini mungkin bisa disebut dengan terobosan penentuan kompetensi relatif pengadilan, dimana hakim harus berani melakukan terobosan penentuan kompetensi relatif, agar hukum tidak menjadi kaku, namun harus dilakukan dengan cara hati-hati dan bijaksana, tidak menjadi “pedang-tak-bertuan” untuk menebas dan melakukan terobosan hukum secara bebas untuk menerima serta menentukan kompetensi relatif pengadilan pada perkara perdata. Bahkan tidak boleh juga hakim terlalu kaku menentukan kompetensi relatif pengadilan seperti batu-karang yang tak bergeming. Tergugat yang melakukan tindakan di cyber-space tidak perlu diperhatikan dimana Tergugat berdomisili, karena bisa saja Tergugat melakukan tindakan itu dirumah, di kantor, di dalam negeri, di luar negeri atau dimana saja [mobile interaction], yang bisa dilakukan dengan menggunakan gadget secara mobile, namun sepanjang tindakannya tersebut diduga ‘merugikan’ kepentingan orang lain di Indonesia, maka dimanapun Penggugat [berdomisili], Pengadilan layak untuk mempertimbangkan menerima gugatan dimaksud.

Penentuan domisili Tergugat seharus dicermati dengan cara bijaksana [sekali lagi tidak dengan kaku] karena fakta kemajuan teknologi  akan sangat sulit sekali [bahkan bisa dikatakan] hukum menjadi selalu tertinggal jauh jika hanya terpaku kepada ketentuan-ketentuan hukum acara perdata secara statis.