03 February, 2012

Tidak ada kata maaf

Dalam interaksi sosial bisa terjadi dan bahkan terdapat kemungkinan [sangat besar] terjadinya benturan hak atau benturan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu atau antar individu satu sama lain, dimana benturan-benturan seperti ini akan terus berlangsung terjadi.
Ada berbagai macam benturan kepentingan yang mungkin terjadi, sehingga akan ada 3 jenis keadaan yang tercipta seperti :
  1. ada satu pihak yang berpendapat 'ah acuhkan saja' toh saya tidak rugi terlalu besar, atau
  2. ada pula satu pihak yang merasa sangat dirugikan sehingga berpendapat 'loh tidak bisa begitu dong, ini khan ga adil / ga fair, ini tentu merugikan saya', atau
  3. ada pula kondisi dimana kedua belah pihak merasa sama-sama dirugikan dan sama-sama menyatakan 'baik saya maupun anda sama-sama dirugikan, maka mereka sama-sama merasa memiliki kedudukan untuk menuntut atau menggugat.
Inilah salah satu uraian sederhana mengenai benturan hak atau kewajiban antara satu pihak dan pihak yang lainnya. Dimana peristiwa ini sudah masuk dalam wilayah hukum untuk diselesaikan atau diputuskan. Dalam pengertian hukum maka :
  1. terhadap contoh ke-1 seseorang yang merasa dirugikan akan mendiamkan kerugiannya sehingga masalah itu selesai dengan sendirinya, bahkan ketika orang yang dirugikan bertemu dengan yang telah merugikan, dia tetap mendiamkan bahkan tidak mempermasalahkan segala sesuatu yang telah terjadi.
  2. terhadap contoh ke-2 disini bisa terjadi seorang yang telah dirugikan menuntut kepada si-pembuat kerugian secara musyawarah hingga akhirnya masalah dapat terselesaikan dengan baik ; atau dapat pula seseorang yang dirugikan langsung mengajukan gugatan kerugian melalui Pengadilan Negeri. Sehingga disini akan terjadi dua langkah penyelesaian yaitu musyawarah atau bertempur di pengadilan.
  3. terhadap contoh ke-3, maka kedua belah pihak yang merasa hak-nya telah dirugikan melakukan langkah penyelesaian melalui musyawarah ataupun mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri [sehingga memiliki penyelesaian seperti permasalahan pada nomor dua diatas].
Hal yang memudahkan terciptanya suatu penyelesaian selain adanya kehendak luhur dari kedua belah pihak untuk menyelesaikan sengketa, maka diperlukan juga adanya unsur pemaaf dari pihak yang dirugikan. Walaupun hukum mengatur bahwa si-pembuat kerugian harus memberi ganti rugi dan mengembalikan kedudukan si-penderita kerugian kembali pada posisi semula [sehingga tidak terjadi kerugian], namun sesungguhnya kerugian itu tetap ada dan terjadi, walaupun telah ada ganti rugi yang diberikan oleh pihak yang telah merugikan orang lain.
Berkaitan dengan judul diatas, dalam kondisi bagaimana seorang atau salah satu pihak  tidak perlu memberikan maaf..? Kondisi ini dapat terjadi misalkan seseorang yang telah merugikan orang lain, kemudian telah memberi ganti rugi dan meminta maaf, namun si-penderita kerugian terus saja menuntut hal yang bukan-bukan, bahkan mengajukan gugatan yang diluar kewajaran. Ketika seorang yang telah dirugikan mengajukan gugatan ganti rugi, tapi tidak disertai ketulusan / kesungguhan ingin berdamai, maka bisa muncul sebuah tuntutan yang tidak wajar, karena tanpa disadari tuntutan tersebut muncul disebabkan oleh adanya ketamakan/kerakusan. Tak ubahnya seperti seekor tikus yang meminta keju, setelah diberikan keju maka tikus akan mencuri susu dan seterusnya. Demikian pula dalam hal gugatan atau tuntutan ganti rugi secara rakus yang ditujukan kepada seseorang, akan terus tak berkesudahan dan akan sangat melelahkan bagi pihak yang menjadi Tergugat.
Bagaimana selanjutnya, apakah tuntutan demikian akan kita kabulkan atau-kah akan diamkan? Terhadap seseorang Penggugat rakus, maka sebaiknya kita tak perlu memberikan maaf kepadanya, bahkan tidak 1 sen-pun kerugian yang dialami dan dituntut olehnya, boleh dipenuhi. Apabila nantinya akan muncul berbagai macam gugatan ke Pengadilan, teruslah hadapi penggugat demikian, walaupun kita akan membuang-buang waktu, uang, tenaga, secara sia-sia dalam menempuh prosedur hukum yang berkepanjangan. Karena begitu anda lengah dan kalah menghadapi jenis gugatan yang rakus, maka kemenangan bagi pihak yang rakus akan semakin menjerat anda untuk terus mengajukan gugatan / tuntutan dalam berbagai gugatan yang dimungkinkan. Untuk itu sebaiknya anda tetap waspada dalam bermitra yang tidak memiliki naluri luhur untuk memafkan dan berkenan menyelesaikan sengketa secara normal dan manusiawi.
 
RGS-3 Februari 2012