22 August, 2017

Gugatan Asesor atau Gugatan Tambahan

Gugatan Asesor atau Gugatan Tambahan [additional claim] dalam gugatan pokok, memiliki Tujuan adanya gugatan asesor untuk melengkapi gugatan pokok agar kepentingan penggugat lebih terjamin meliputi segala hal yang dibenarkan hukum dan perundang-undangan.  Secara teori dan praktek, gugatan asesor tidak dapat berdiri sendiri, oleh karena itu gugatan asesor hanya dapat ditempatkan dan ditambahkan dalam gugatan pokok. Sehingga landasan untuk mengajukan gugatan asesor adalah adanya gugatan pokok itu sendiri, dimana gugatan asesor dicantumkan pada akhir uraian gugatan pokok. Penggugat dapat  mengajukan rumusan tambahan, berupa gugatan tambahan atau gugatan asesor dengan syarat :
1] Gugatan tambahan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan pokok, dan sifat gugatan tambahan, tidak dapat berdiri sendiri diluar gugatan pokok.
2] Antara gugatan pokok dengan gugatan tambahan harus saling mendukung, tidak boleh saling bertentangan.
3] Gugatan tambahan sangat erat kaitannya dengan gugatan pokok dan dengan kepentingan penggugat.
Terdapat 2 [dua] jenis gugatan asesor yang dianggap paling melindungi kepentingan penggugat yaitu :
1] gugatan provisi, berdasarkan Pasal 180 ayat [1] Herzeine Inlandsch Reglement [“HIR”]. Pasal ini memberi hak kepada penggugat mengajukan gugatan asesor dalam gugatan pokok, berupa permintaan agar Pengadilan menjatuhkan putusan provisi yang diambil sebelum perkara pokok diperiksa. Putusan tersebut mengenai hal-hal yang berkenaan dengan tindakan sementara untuk ditaati tergugat sebelum perkara pokok memperoleh kekuatan hukum tetap. Misalnya menghentikan tergugat meneruskan pembangunan, menjual barang objek perkara, mencairkan rekening bank, dan sebagainya.
[2] gugatan tambahan penyitaan, berdasarkan Pasal 226 dan Pasal 227 HIR. Penyitaan atau beslag [seizure] merupakan tindakan yang dilakukan Pengadilan berupa penempatkan harta kekayaan tergugat atau barang objek sengketa berada dalam keadaan penyitaan untuk menjaga kemungkinan barang-barang itu dihilangkan atau diasingkan tergugat selama proses perkara berlangsung. Tujuan dari penyitaan tersebut adalah supaya gugatan penggugat tidak illusoir [tidak hampa], apabila penggugat berada dipihak yang menang.

Terdapat beberapa macam sita yang dapat diajukan sebagai gugatan asesor:
1] conservatoir beslag atau sita jaminan berdasarkan Pasal 227 ayat (1) HIR. Jika ada persangkaan yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang, selagi belum dijatuhkan keputusan atasnya atau selagi putusan yang mengalahkannya belum dapat dijalankan, mencari akal akan menggelapkan atau membawa barangnya baik yang tidak tetap maupun yang tetap dengan maksud akan menjauhkan barang itu dari penagih hutang, maka atas surat permintaan orang yang berkepentingan ketua pengadilan negeri dapat memberi perintah, supaya disita barang itu untuk menjaga hak orang yang memasukkan permintaan itu, dan kepada peminta harus diberitahukan akan menghadap persidangan, pengadilan negeri yang pertama sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan gugatannya.
2] revindicatoir beslag atau sita pemilik berdasarkan Pasal 226 ayat (1) HIR. Orang yang mempunyai barang yang tidak tetap, dapat meminta dengan surat atau dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri, yang di dalam daerah hukumnya tempat tinggal orang yang memegang barang itu, supaya barang itu disita.
3] marital beslag atau sita harta bersama berdasar Pasal 186 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 24 ayat 2 huruf (c) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Perkawinan. Istri dapat meminta pemisahan harta perkawinan dengan alasan :  [1] Suami karena kelakuan yang nyata tidak baik / boros dalam mengelola harta kekayaan persatuan. [2] Karena tidak ada ketertiban dari suami mengurus hartanya sendiri sedangkan yang menjadi hak istri akan kabur atau lenyap. [3] Karena kelalaian yang sangat besar dalam mengurus harta kawin istri sehingga khawatir harta ini akan menjadi lenyap. [4] Adanya permintaan atau tuntutan nafkah berdasarkan Pasal 24 ayat 2 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang  Perkawinan.

Catatan : Untuk pemahaman dan penerapannya bagi masyarakat umum, tentu bukanlah suatu hal yang sangat mudah untuk dapat dilaksanakan dan di mengerti seketika, ketika seseorang berperkara di muka pengadilan. Untuk memahami hal tersebut, masyarakat pembaca kami undang untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan hukum dalam ruang lingkup hukum acara perdata di Indonesia, yang dilaksanakan oleh Advokat RGS & Mitra, silahkan klik melalui link ini.