07 January, 2015

Teknologi Mengubah Tugas dan Penerapan Kode Etik Advokat

Catatan Kecil Awal Tahun 2015
Sebelum terjadi ledakan teknologi, advokat bisa duduk diam dan mengamati perkembangan teknologi [bahkan mengacuhkan] walau hal ini telah terjadi perkembangan yang pesat bagi masyarakat Indonesia sejak tahun 1999-2000. Dengan berlakunya uu-11-2008 tentang Informasi & Transaksi Elektronik, hal ini tidak boleh terjadi seakan Advokat mengacuhkan hal yang berkaitan dengan pemberian jasa advokat maupun penerapan kode etik advokat kepada klien dengan memanfaatkan teknologi informatika. Karena Undang-Undang ini merupakan sebuah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia [pasal 2].
Ketentuan ini telah mengajak adanya sebuah perubahan perilaku dalam penerapan kode etik advokat, yang mengharuskan semua Advokat untuk tetap menginformasikan [menyampaikan pemberitahuan] kepada klien tentang berbagai progres penanganan hukum yang menjadi tanggung-jawabnya, termaksud manfaat dan resiko yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informatika.
Walaupun belum ada satu ketentuan-pun yang menyangkut tugas serta penerapan kode etik advokat dalam dunia virtual sehubungan dengan pemberian jasa hukum kepada klien yang memanfaatkan teknologi informatika, namun ketentuan pasal 19 [UU-18-2003 Tentang Advokat] mengatur bahwa :
Pasal 19
1. Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
2. Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat.
 
Sehubungan dengan pasal 19, maka advokat :
1. Berkewajiban untuk tetap merahasiakan segala bentuk komunikasi, data digital, dan/atau segala bentuk data dan informasi elektronik yang diperoleh dari klien sehubungan dengan pelaksanaan pemberian jasa hukum. Pentingnya hal tersebut difahami oleh advokat maupun klien, karena sedemikian mudahnya data elektronik dapat dipublikasikan kembali dan/atau disebarluaskan melalui media elektronik, yang dengan “sekali-klik mampu menciptakan pelanggaran kode etik”.
2. Selain itu perlu ditegaskan adanya ‘kesepakatan’ bersama antara klien & advokat dalam menggunakan jenis atau mode perangkat teknologi, sistem pengamanan yang digunakan, mulai dari email hingga jejaring sosial. Tidak ada alasan bahwa advokat maupun klien pengguna jasa untuk melepaskan hak dan kewajibannya satu-sama lain pada saat penggunaan jasa hukum dimaksud sejak awal, tengah berlangsung atau akan berakhir.
3. Advokat harus mengikuti perubahan informasi hukum dalam praktek, mengikuti perkembangan pemanfaatan terkait teknologi yang akan diterapkan dalam pemberian jasa hukum. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengikuti berbagai pendidikan tambahan atau dengan memberikan perhatian khusus bagi perkembangan penerapan kode etik advokat dalam dunia virtual. Dalam lingkup sederhana, sudah dapat dipastikan hampir semua Advokat setidaknya telah memiliki 1 [satu] alamat email tetap. Dengan kepemilikan email ini berlaku asas Non-repudiation yaitu asas yang juga berlaku bagi Advokat, bahwa ia tidak bisa menyangkal telah melakukan sebuah transaksi [pengiriman data elektronik via email, misalkan seorang advokat telah mengirimkan sebuah email kepada pengacara lawan, dan tidak bisa menyangkal bahwa dia telah mengirimkan email tersebut].
4. Menjaga kerahasiaan data elektronik klien maupun dalam dunia virtual, merupakan tugas suci advokat dalam menjalakan profesinya, hal ini dijamin dalam undang-undang advokat dan kode etik Advokat. Tidak ada satu hukum di Indonesia yang bisa memerintahkan atau mengharuskan advokat membuka rahasia klien yang diketahui tersimpan dalam data digital atau yang tersimpan secara virtual kepada pihak penegak hukum. Walaupun Pasal 45 UU-08-2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur bahwa “dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap PPATK tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik yang mengatur kerahasiaan”, dimana penjelasan Pasal 45 dinyatakan bahwa “yang dimaksud dengan kerahasiaan antara lain rahasia bank, rahasia non-bank, dan sebagainya”. Kami berpendapat bahwa ketentuan pasal 45 UU-08-2010 tidak dapat serta merta menerabas kewajiban Advokat dengan sanksi pidana agar segera membuka rahasia klien yang tersimpan dalam data digital maupun secara virtual. Karena bisa saja sebuah data virtual milik klien tersimpan pada server yang berada pada wilayah negara lain yang tidak tunduk pada hukum Indonesia.
5. Advokat dalam menjaga rahasia klien harus melakukan tindakan wajar untuk mencegah atau melindungi agar data digital maupun data virtual, tidak disadap atau berhasil diungkap secara tidak sah oleh pihak tidak berwenang, terutama terhadap hal yang berkaitan dengan kepentingan klien. Karenanya penting bagi advokat agar :
a. menjaga dengan penuh kehati-hatian terhadap berbagai informasi yang berkaitan dengan kepentingan klien [misalkan berbagai data elektronik yang telah dikirimkan klien kepada advokat].
b. terhadap adanya ancaman akses tidak sah oleh pihak ketiga baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
c. terhadap berbagai upaya yang dilakukan oleh pengacara lawan, misalnya melalui jejaring sosial.
d. Apabila upaya pencegahan ‘akses tidak sah’ telah dilakukan secara wajar dan dapat dibuktikan oleh advokat, upaya ‘penyadapan’ dan/atau ‘akses tidak sah’ tetap berhasil dilakukan oleh pihak ketiga, hal tersebut bukan pelanggaran kode etik bagi Advokat, dengan memperhatikan :
a. Upaya kewajaran perlindungan yang telah dilakukan.
b. Sensitifitas data yang dilindungi
c. Kemungkinan terungkap apabila tidak digunakan sistem pengaman tambahan dan biaya yang dibutuhkan
d. Kesulitan yang dialami jika memberikan pengaman tambahan
6. Prediksi yang mempengaruhi kinerja Advokat, apabila pengaman tambahan diberikan perangkat lunak, hal ini akan mempengaruhi kemampuan kerja atau data menjadi lebih sulit digunakan oleh advokat dalam melaksanakan tugasnya secara maksimal.
7. Seorang klien mungkin akan meminta advokat untuk menerapkan langkah pengamanan khusus. Apabila sejak awal langkah telah disetujui, advokat di kemudian hari tidak bisa menyatakan ‘ketidaktahuannya’ ketika tidak berhasil menjaga kerahasiaan dan informasi klien. Ketika klien meminta untuk menerapkan langkah pengamanan khusus, advokat harus mampu beradaptasi dan memanfaatkan pemberian jasa hukum dengan memanfaatkan teknologi informasi. Atau, mungkin saja seorang klien tidak meminta dilakukan langkah-langkah pengamanan khusus untuk dilakukan Advokat. Dalam kondisi ini, advokat berkewajiban melakukan langkah-langkah pengamanan wajar, dengan tujuan untuk menjaga kerahasiaan dan informasi klien.
8. Teknologi akan terus berubah dan berkembang, oleh karenanya tidak perlu menentukan secara kaku jenis teknologi apa yang harus dipergunakan. Walaupun perubahan perubahan dan perkembangan teknologi terjadi [di kemudian hari], namun penekanannya adalah untuk tetap menjaga kerahasiaan dan informasi klien, agar semakin mudah dilaksanakan.
Semoga bermanfaat | 7 Januari 2015
Robaga Gautama Simanjuntak, SH. MH.
http://advokat-rgsmitra.com