27 September, 2013

Orang asing dapat digugat

Pasal 100 - Reglement Hukum Acara Perdata (s.d.u. dg. S. 1915-299, 642.)
Seorang asing bukan penduduk, bahkan tidak berdiam di Indonesia dapat
digugat dihadapan hakim Indonesia untuk Perikatan-perikatan yang
dilakukan di Indonesia atau dimana saja dengan warga negara Indonesia.
(ISR. 136; AB. 3; Rv. 99, 761.)

Untuk mengajukan sita jaminan haruslah ada dugaan yang beralasan

“Untuk mengajukan sita jaminan haruslah ada dugaan yang beralasan, seseorang yang berhutang selama belum dijatuhkan putusan oleh hakim atau selama putusan belum dijalankan mencari akal untuk menggelapkan atau melarikan barangnya. Apabila Penggugat tidak mempunyai bukti kuat bahwa ada kekhawatiran bahwa Tergugat akan mengasingkan barang-barangnya, maka sita jaminan tidak dilakukan. Syarat adanya dugaan ini tidak hanya sekedar dicantumkan begitu saja, akan tetapi merupakan suatu usaha untuk mencegah penyalahgunaan agar tidak diadakan penyitaan secara serampangan, yang akhirnya hanya merupakan tindakan yang sia-sia saja yang tidak mengenai sasaran (vexatoir). Maka oleh karena itu debitur atau tersita harus didengar untuk mengetahui kebenaran dugaan itu”. (Prof. DR. Sudikno Mertokusumo, S.H.)


Mengaku mempunyai suatu hak

Pasal 163 HIR atau Pasal 283 Rbg. atau Pasal 1865 KUHPerdata yang berbunyi “Barang siapa yang mengaku mempunyai suatu hak atau menyebut suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu” MAKA hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di persidangan, harus dimuat di dalam fundamentum petendi sebagai dasar tuntutan, yang memberikan gambaran tentang kejadian materiil yang merupakan dasar tuntutan itu. (Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.).


18 September, 2013

Goodwill

Goodwill adalah salah satu unsur dari urusan perusahaan, yang termasuk dalam kelompok benda bergerak tak bertubuh atau benda immateriel. Goodwill itu baru ada pada perusahaan yang berkembang baik, sehingga mendapat banyak laba atau biasa disebut perusahaan yang mempunyai goodwill. Mr. SJ.Fockema Andrea [dalam buku Rechtsgeleerd Handwoordenboek] menyatakan bahwa Goodwill adalah suatu benda ekonomis tak bertubuh, yang terjadi dari pada hubungan antara perusahaan dengan para langganan dan kemungkinan perkembangan yang akan datang. Goodwill dapat dipindah tangankan bersama dengan urusan perusahaan dan menjelma dalam balance sebagai laba. Jadi pada hakekatnya goodwill menampakkan dirinya dalam balance sebagai laba/keuntungan dan bukan dalam bentuk kerugian. Membahas goodwill adalah membicarakan tentang kemajuan perusahaan dan bukan kemunduran perusahaan. Secara sederhana goodwill dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Rumusan sederhana [RGS].

Hal ini telah ditetapkan dengan arrest H.R. tanggal 9 Maret 1951

GOOWILL            =             nilai lebih perusahaan sebagai satu kebulatan hasil kegiatan usaha

jumlah nilai seluruh benda yang merupakan urusan perusahaan

Goodwill suatu perusahaan terjadi sebagai akibat dari adanya

hubungan [relaties] baik,

management baik,

cara mengatur jalannya perusahaan yang sistimatis dan efisien,

pemilihan tempat penjualan strategis,

pemasangan iklan yang tepat dan menarik para langganan,

pemilihan bahan dasar yang tepat, baik dan murah,

hasil produksi baik,

memenuhi selera konsumen dan harga murah,

pelayan perusahaan yang menarik para pembeli dan lain-lain, sedemikian rupa sehingga perusahaan bisa menarik laba banyak.

Perusahaan yang memiliki goodwill dapat dipindah-tangankan dengan harga yang tinggi, memperoleh untung banyak, dan sahamnya dapat dijual dengan harga yang tinggi pula pada bursa saham. Alasan mengapa goodwill merupakan salah satu dari unsur urusan perusahaan, termasuk dalam kelompok benda bergerak tak bertubuh yang bersifat immateriel,  karena :

Adanya hubungan timbal balik yang baik antara perusahaan dan langganan, di mana langganan selalu menghendaki barang hasil perusahaan, dan perusahaan menghendaki memberi pelayanan yang baik kepada para langganan

·         Adanya prospek perkembangan operasionil menyenangkan pada masa mendatang, misalnya dari hasil barang perusahaan itu sangat dan selalu dibutuhkan oleh orang, dan dengan bertambahnya penduduk yang semakin lama bertambah, maka kebutuhan terhadap barang produksi perusahaan makin bertambah pula ;

·         Adanya goodwill akan mengakibatkan laba dalam balans, meningkatnya harga saham di atas harga nominal di bursa saham. Goodwill merupakan hak subjektif yang bersenyawa dengan urusan perusahaan, jadi tidak bisa dipindahtangankan begitu saja atau secara tersendiri, terpisah dengan urusan perusahaan. Apabila seseorang mau menjual goodwill, maka urusan perusahaanya-pun harus dijual juga kepada pembeli yang sama.

·         Goodwill hanya-ada pada perusahaan yang mendapat laba. Perusahaan yang baru didirikan atau perusahaan yang tidak mendapat untung [rugi], maka Goodwill-nya tidak ada pada perusahaan itu. Sejak adanya Arrest HR tanggal 9 Maret 1951.

 

Dipublikasikan pertama - Jakarta, 10 Juni 2005

Robaga Gautama Simanjuntak, SH. MH

13 September, 2013

Komentar & Pertanyaan Terhadap RUU-Advokat Sept.2013

Komentar dan Pertanyaan Terhadap
RUU Advokat 2013

RUU-Advokat, pada bagian Penjelasan Umum : Selanjutnya dalam rangka menegakkan Kode Etik, berdasarkan Undang-Undang ini, masing-masing Organisasi Advokat membentuk Dewan Kehormatan yang berkedudukan di tingkat pusat dan di tingkat daerah. Keanggotaan Dewan Kehormatan tersebut terdiri atas Advokat yang telah berpraktik paling singkat 15 (lima belas) tahun, mantan penegak hukum, akademisi, dan tokoh masyarakat.
Pertanyaannya : bagaimana mantan penegak hukum [hakim + jaksa + polisi] yang belum pernah berpraktek advokat selama 15 tahun, bisa diajukan menjadi anggota Dewan Kehormatan Profesi Advokat? Komentar : RUU-Advokat terkesan sangat rancu [kabur], hal ini dapat kita amati, dalam 1 kalimat yang sama, terdapat dua syarat berbeda yang dapat saling bertentangan. Apakah RUU-Adovokat ini bisa diterapkan? Lihat RUU-Advokat [september 2013] | http://sumber-hukum.blogspot.com/2013/09/rancangan-undang-undang-advokat.html

Pasal 12 RUU-Advokat (1) Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah atau berjanji menurut agama dan kepercayaannya yang dipimpin oleh ketua Organisasi Advokat tempat Advokat tersebut terdaftar dengan dipandu oleh rohaniwan.

Komentar: mengapa sungguh gampang membuat aturan untuk mengucap sumpah dan janji yang berkaitan dengan profesi hukum, hanya dipimpin oleh Ketua Organisasi Advokat yang dipandu oleh rohaniawan? Bagaimana jika terjadi kondisi berikut ini, apakah logis, seorang ketua organisasi advokat memimpin kegiatan pengucapan sumpah dan janji advokat apabila :
1/ Ketua Organisasi Advokat sedang digugat oleh Advokat atau bahkan terlibat dan/atau menjadi terpidana? bahkan apabila ketua organisasi advokat pernah di vonis melanggar kode etik advokat.
2/ Ketua Organisasi Advokat yang juga menjalankan profesi advokat dia juga yang memimpin sumpah dan janji untuk pengangkatan Advokat.
3/ Bukankah lebih terhormat apabila Advokat mengucapkan sumpah profesi hukum dihadapan Ketua Pengadilan Tinggi bahkan jika mungkin dihadapan Ketua Mahkamah Agung? karena

4/ Akan sangat lucu jika seorang ketua organisasi advokat yang berada dibawah kekuasaan Menteri [lihat syarat bahwa organisasi advokat harus lolos verifikasi menteri], ia memimpin tindakan mengucapkan sumpah dan janji? bukankah artinya kedudukan advokat [yang akan disumpah sumpah] otomatis memiliki kedudukan yang lebih rendah dibawah kedudukan menteri [eksekutif] dan kedudukan Ketua Organisasi Advokat?

Pasal 15 [2] RUU-Advokat :
(2) Persyaratan Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut :
a. berbadan hukum ;
b. beranggotakan Advokat;
c. memiliki program kerja dalam bidang pemberian Jasa Hukum dan Jasa Hukum Secara Cuma-Cuma;
d. memiliki kepengurusan 100% (seratus persen) dari jumlah provinsi, paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan; dan
e. lolos verifikasi yang dilakukan setiap 4 (empat) tahun sekali oleh Menteri.
Pasal 15.2 RUU-Advokat terutama butir e, menurut pendapat kami [rgs] menimbulkan keracuan luar biasa bagi organisasi-organisasi advokat! Pasal ini mensyaratkan bahwa sebuah organisasi advokat akan dianggap sah jika lolos verifikasi? yang patut dipertanyakan, mengapa Menteri mengintervensi dan berhak menyatakan lolos verifikasi? Bukankah disini terlihat jelas bahwa menteri hukum akan campur tangan terhadap organisasi advokat. Contoh kasus, apabila sebuah organisasi advokat, memberi bantuan hukum kepada masyarakat, dan mewakili masyarakat atau secara pribadi menggugat menteri, bukankah disini akan muncul konflik kepentingan antara pejabat menteri dan organisasi advokat? Jika saya menjadi menteri, dengan gampang akan saya nyatakan organisasi itu tidak lolos verifikasi [dengan menciptakan berbagai alasan]. Ini seperti kembali ke zaman orde baru, dimana saat itu untuk menjadi advokat, orang akan berjuang untuk memperoleh izin dari Departemen Kehakiman + Mahkamah Agung [jadi dahulu akan keluar izin advokat berdasarkan SK-DepKeh]. Bukankah ini sebuah kemunduran? jika advokat ada dibawah sebuah lembaga eksekutif [Menteri Kehakiman], karena organisasi-organisasi advokat harus memperoleh lolos verifikasi dari departemen kehakiman? Kemunduran yang luar biasa.

Pasal 26 RUU-ADVOKAT : Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat tanpa memenuhi ketentuan yang diatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta) rupiah.
PASAL 26 RUU-ADVOKAT, hampir = Pasal 31 UU-18-2003 : Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta) rupiah.
Sebagaimana kita ketahui, Pasal 31 uu-18-2003 dicabut atau tidak berlaku lagi berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Perkara 006/PUU-II/2004 Dimuat Dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2004, Terbit Hari Selasa tanggal 24 Desember 2004.
Pertanyaannya : mengapa ketentuan yang sama muncul kembali dalam pasal 26 RUU-ADVOKAT?

Amati Pasal 28 RUU-ADVOKAT berikut ini : Kode Etik dan ketentuan mengenai Dewan Kehormatan yang telah ditetapkan oleh
Ikatan Advokat Indonesia,
Asosiasi Advokat Indonesia,
Ikatan Penasihat Hukum Indonesia,
Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia,
Serikat Pengacara Indonesia,
Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia, dan
Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal,
Pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan masih tetap berlaku sampai ada Kode Etik dan ketentuan mengenai Dewan Kehormatan bare yang dibuat oleh Organisasi Advokat.
Dalam RUU-Advokat pasal 28 ini ada kata BARE atau BAR yang berasal dari bahasa Inggris, yang memiliki makna sebuah bar, pub, saloon. Sementara berdasarkan pasal Pasal 26 uu-24-2009 : Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, secara tegas pasal 26 ini mengatur bahwa : Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan. Bagaimana Mr. Bare bisa muncul dalam ruu-advokat dan bertentangan dengan pasal 26 uu-24-2009?

Pasal 18.2 RUU-ADVOKAT : (2) Keanggotaan Dewan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. Advokat yang telah berpraktik paling singkat 15 (lima belas) tahun;
b. mantan penegak hukum;
c. akademisi; dan
d. tokoh masyarakat.
Bandingkan dengan UU-18-2003 Pasal 27 (3) : Keanggotaan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur Advokat.
Komentar / Pertanyaan : bagaimana para penegak hukum yang telah menjadi mantan [misalkan karena mereka desersi, mereka dipecat karena korupsi atau pensiun karena usia] mereka boleh menjadi anggota Dewan Kehormatan Advokat? padahal selama hidupnya mereka tidak pernah menjalankan profesi advokat! [sebab sebagaimana kita ketahui bahwa pegawai negeri sipil tidak diperkenankan menjalankan profesi advokat].
Namun, berdasarkan RUU-Advokat, mereka diperkenankan untuk ditempatkan dalam jajaran Dewan Kehormatan Advokat, yang biasanya bertugas untuk mengadili dan memutus nasib para advokat, yang [diduga] melakukan pelanggaran kode etik Advokat? Bukankah pasal 18.2 RUU-Advokat akan memungkinkan hilangnya kesempatan para Advokat Muda atau Advokat Karir [saat ini] yang telah menekuni profesi Advokat bertahun-tahun, dan tidak memiliki kesempatan menjadi anggota Dewan Kehormatan, karena ditebas kemungkinannya oleh para mantan penegak hukum??? Disini harus dilihat bahwa para pensiunan ini tidak perlu bersaing secara nyata menjalankan profesi advokat dari tahun ketahun, namun langsung memiliki kesempatan untuk bisa masuk dalam jajaran anggota Dewan Kehormatan Advokat!
Ini sangat berbeda dengan pasal 27.3 UU-18-2003 tentang Advokat, yang secara tegas mengatur bahwa Dewan Kehormatan Organisasi Advokat terdiri dari Unsur Advokat! Sekali lagi yang perlu disadari / difahami, bahwa mantan penegak hukum [diluar advokat] biasanya Pegawai Negeri Sipil, sehingga muncul pertanyaan, mengapakah para mantan PNS [yang notabene biasanya terima uang pensiun] masih boleh masuk ke dalam jajaran Dewan Kehormatan Kode Etik Advokat? Apa filosofinya bagi keluruhan profesi advokat Indonesia?.

Apakah RUU-Advokat, telah memenuhi asas pembentukan Peraturan Perundangan sebagaimana uraian ini? Asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik dalam UU-12-2011 khususnya Pasal 5 dirumuskan sebagai berikut : dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik yang meliputi:
a. kejelasan tujuan | Penjelasan Pasal 5 Huruf a : Yang dimaksud dengan “kejelasan tujuan” adalah setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat | Penjelasan Pasal 5 Huruf b : Yang dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat” bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan | Penjelasan Pasal 5 Huruf c : Yang dimaksud dengan asas “kesesuaian antara jenis dan materi muatan” bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya.
d. dapat dilaksanakan | Penjelasan Pasal 5 Huruf d : Yang dimaksud dengan asas “dapat dilaksanakan” adalah setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efectivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan | Penjelasan Pasal 5 Huruf e : Yang dimaksud dengan asas “kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
f. kejelasan rumusan | Penjelasan Pasal 5 Huruf f : Yang dimaksud dengan asas “kejelasan rumusan” adalah setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. Keterbukaan | Penjelasan Pasal 5 Huruf g : Yang dimaksud dengan asas “keterbukaan” adalah dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari pencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan.
Untuk itu kami sarankan, Advokat dan/atau masyarakat memberikan suaranya untuk tetap menolak RUU-Advokat, melalui link ini.

11 September, 2013

Tidak Perlu Menahan [Tersangka Virtual] Pelaku Pelanggaran UU-ITE

Tidak Perlu Menahan [Tersangka Virtual] Pelaku Pelanggaran UU-ITE

[perlu instrumen hukum mencabut hak seseorang dalam memanfaatkan teknologi informatika]

 

Kasus Benhan

Pengacara Misbakhun Setuju Benhan Diproses Hukum

Kejari Jakarta Selatan Titipkan Benhan ke Rutan Cipinang

Digunduli Masuk Cipinang, Kata Karutan Sudah Tradisi

Penangguhan Penahanan Dikabulkan, Benhan Bersyukur

 

To. Rekan-Rekan Advokat lain & pembaca budiman

Sehubungan dengan kasus benhan yang mengalami penahanan fisik selaku tersangka, saya sendiri menentang penahanan [fisik] yang ditujukan kepada si benhan, jika tindakan dia [diduga] melanggar ketertiban umum dalam dunia virtual. Terkecuali, misalkan orang itu memang diduga keras berdasarkan bukti-bukti awal yang kuat, adalah orang itu memanfaatkan internet untuk melakukan transaksi narkoba, memberikan semangat kepada masyarakat virtual agar menjadi pelaku-pelaku teroris, pelanggaran SARA, kebencian kepada pemerintah atau negara, atau memanfaatkan internet untuk pencucian uang, yang memang sudah dipantau lama oleh penegak hukum nasional maupun internasional. Dalam kondisi kaya beginilah seorang pelaku yang diduga melanggar hukum dalam dunia virtual, boleh ditahan, tapi lucunya indikasi pelaku-pelaku ini bebas berkeliaran di jejaring sosial, dan ga ada yang ditangkepin oleh aparat penegak hukum.

Saya berpendapat, kejaksaan ataupun penyidik kepolisian dalam perkara [benhan], harus berani menahan/melarang dia untuk stop berkomunikasi di internet [misalkan stop untuk menggunakan akun twitter untuk sementara], tapi jika terpaksa ia harus dilakukan penahanan itu-pun sebatas penahanan kota, bukan tahanan fisik. Terhadap kasus-kasus virtual, saya lebih mencemaskan tindakan seseorang dalam dunia virtual, aparat penegak hukum tidak pernah melarang, tidak pernah melakukan secara paksa untuk dihentikan, tersangka terus saja bebas berkomunikasi, melakukan sesuka hati [apapun yang ia ingin lakukan] walaupun ia menjadi tergugat, tersangka, bahkan terpidana sekalipun . Misalkan dugaan tindak pidana ini sudah dilaporkan atau berdasarkan hasil temuan si aparat penegak hukum sendiri.

Indonesia saat ini masih mengalami kekosongan hukum, karena tidak ada satu-pun aturan yang menghukum seseorang untuk menggunakan sebuah akun yang diduga telah disalahgunakan dan bertentangan pemanfaatannya sesuai asas yang terkandung pada pasal 3 UU-ITE. Bayangkan akibatnya, [misalkan] seorang direktur Teknologi Informatika Bank Indonesia, membocorkan seluruh transaksi nasabah/debitur di Indonesia, kepada pihak lain [misalkan teroris dari negara asing], direktur ini kemudian ditahan oleh aparat penegak hukum, tetapi hak-nya tak pernah dicabut untuk tetap berkomunikasi [mengakses internet], maka kejahatan itu dapat terus saja terjadi, walaupun fisik orang ini ada didalam tahanan.

Contoh lain : banyak kita peroleh informasi, para terpidana yang ada di rumah tahanan, mereka terus saja bebas komunikasi keluar tahanan, apakah itu via sms, internet atau komunikasi virtual lainnya [ini tak pernah ada sanksi hukum tegas dalam putusan pengadilan maupun dalam peraturan-perundangan], dan ketiadaan larangan ini sangat berbahaya, karena sesungguhnya kejahatan/dugaan pelanggaran [hukum] UU-ITE tetap saja terulang terjadi dan merugikan masyarakat [di dunia nyata], karena tindakan secara virtual tidak pernah dihentikan.

Disinilah letak Aspek yang lebih penting bagi tindakan seseorang secara virtual, yaitu pemikiran rasional perlu tidaknya dilakukan penahanan [dalam kasus benhan], dimana benhan seseorang yang diduga melakukan pelanggaran berdasarkan UU-ITE atau ketentuan KUHPidana, apakah Benhan perlu ditahan atau tidak? saya sendiri-pun berpandangan tidak perlu ditahan, karena penahanan fisik kepada seseorang, sesungguhnya sebuah aturan yang berlaku bagi pelaku pelanggaran/kejahatan yang terjadi di dunia nyata, dengan latar belakang “adanya keadaan yang menimbulkan kekuatiran kalau tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana” sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Lihat dalam pasal ini ada unsur menghilangkan dan mengulangi tindakan. Selanjutnya kita bayangkan jika seseorang tidak dilarang menggunakan / mengakses internet atau dilarang menggunakan akun yang sama [baca : tindakan seseorang tidak dihentikan dalam dunia virtual], maka kejahatan/pelanggaran di dunia virtual-pun akan dapat terus berlangsung, walau orang itu ada dalam tahanan. Penghilangan hak mengakses internet atau mengakses akun yang dimiliki, juga tidak boleh sewenang-wenang, tetapi harus berdasarkan izin KPN, dimana orang tersebut tidak diperbolehkan menggunakan akun twitter yang dikelola, sampai hak ini diberikan/di-izinkan kembali. Contoh gampang, misalkan seseorang yang telah memiliki SIM, tapi karena bolak-balik ia melanggar lalu lintas, maka orang ini atas IZIN atau PUTUSAN pengadilan tidak boleh mengendarai mobil [misalkan] selama 3 tahun berturut-turut.

Saya berpendapat bahwa :

1/ seharusnya hukum Indonesia mampu mengikuti [baca membuat aturan dan/atau memberikan sanksi dalam sebuah putusan ataupun izin dalam sebuah penetapan] untuk menghukum seseorang agar tidak menggunakan internet dalam kurun waktu tertentu [sesuai izin / kebijakan majelis hakim]

2/ apakah perlu terhadap setiap kasus virtual yang akan diselesaikan secara pidana yang dilanjutkan dengan penahanan, padahal tindakan keperdataannya tidak pernah dilarang atau dicabut menurut hukum [berkomunikasi secara virtual].

Dalam berbagai milis yang pernah saya ikuti, atau teman-teman bisa mengamati, tidak pernah ada orang yang kapok [tobat] menyalahgunakan hak-nya berkomunikasi di internet, karena tidak pernah ada sanksi hukum yang sah yang menghukum [melarang hak] orang tersebut mengakses atau memanfaatkan internet, karena tidak pernah dicabut hak.nya oleh pengadilan untuk mengakses internet, walaupun ia sudah digugat, menjadi terdakwa, atau menjadi terpidana sekalipun, ia melaju terus melakukan berbagai aktivitas yang sebenarnya bertentangan dengan asas UU-ITE. salam hormat.

Robaga Gautama Simanjuntak, SH. MH
@ 11 September 2013

http://advokat-rgsmitra.com

04 September, 2013

Pengertian Keputusan Atau Penetapan ( Beschikking)

Pengertian Keputusan Atau Penetapan ( Beschikking)

Keputusan/Penetapan/Ketetapan adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang dan badan hukum perdata. (Pasal 1 Angka 3 Uu No. 5 Tahun 1986). Unsur-unsurnya adalah

1.      Penetapan Tertulis : syarat tertulis dari suatu penetapan tidak ditujukan pada bentuk formalnya, tetapi ditujukan pada isi atau sustansi dari keputusan tersebut. Persyaratan tertulis dimaksudkan untuk mempermudah dalam perbuktian apabila terjadi sengketa antara pemerintah dengan rakyatnya sebagai akibat dikeluarkannya suatu keputusan.

2.      Dikeluarkan Oleh Badan Atau Pejabat Tata Usaha Negara : yang dimaksud dengan badan atau pejabat tata usaha negara adalah badan atau pejabat di pusat dan daerah yang melaksanakan kegiatan yang bersifar eksekutif.

3.      Berisi Tindakan Hukum Tata Usaha Nerara : tindakan hukum tata usaha negara adalah perbuatan hukum badan atau pejabat tun yang bersumber pada suatu ketentuan hukum tata usaha negara yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban kepada orang lain.

4.      Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku : artinya bahwa keputusan itu harus didasarkan pada kewenangan dari pejabat tata usaha negara ,sedangkan kewenangan pejabat tersebut tentunya bersumber pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain, keputusan itu berfungsi untuk melaksanakan peraturan yang bersifat umum, jadi harus ada peraturan yang menjadi dasarnya.

5.      Bersifat Konkrit, Individual Dan Final. Konkrit artinya objek yang diputuskan dalam ktun tidak abstrak, tetapi berwujud tertentu atau dapat ditentukan, seperti IMB, SIUP, dll. Individual artinya tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun yang dituju, jika lebih dari seorang harus disebutkan satu persatu dalam keputusan. Final artinya keputusan tersebut sudah definitif dan karenanya menimbulkan akibat hukum.

Menibulkan Akibat Hukum Bagi Seseorang Atau Badan Hukum Perdata. Akibat hukum dalam hal ini menimbulkan hak & kewajiban kepada seseorang atau badan hukum perdata yang terkena keputusan tersebut.