02 September, 2012

Bercermin pada Pengadilan Socrates

Salah satu alasan utama yang membuat terus terjadinya demoralisasi bangsa, seperti merebaknya wabah korupsi dan suap, adalah lemahnya penegakan supremasi hukum. Atau, karena hukum di negeri ini tidak memiliki moralitas dan minus keadilan. Oleh karena itu, keadilan sejati yang dirindukan tidak kunjung terwujud, dan dekadensi moral atau demoralisasi bangsa pun semakin menyeruak. Itu semua tidak lain disebabkan bobroknya mental aparat penegak hukum yang minus nurani dan moral mereka dalam menjalankan tugas-tugas penegakan hukum. Dengan demikian, moralitas hukum yang hakikatnya berorientasi pada penciptaan kebenaran dan keadilan publik sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat pun semakin lenyap. Yang menyeruak adalah ketidak-adilan dan kepalsuan hidup berbangsa. Akhirnya, negara dinilai memiliki produk hukum dengan sistem hukum yang merupakan kosmetik belaka. Padahal, tujuan dibuatkan hukum oleh suatu negara, tidak lain, seperti kata filsuf besar Yunani klasik, Socrates, adalah untuk dijadikan sebagai landasan hidup moral bersama dan terciptanya keadilan dan keadaban bangsa. Lalu, bagaimana supaya hukum kita menjadi lebih bermoral dan terutama supaya aparat penegak hukum kita lebih bernurani dan berintegritas?

Pengadilan Socrates
Sebagai ilustrasi dalam esai ini, kita kembali melihat pengadilan Socrates yang disebut Pengadilan Heliasts (Court of the Heliasts) yang melemparkan sejumlah tuduhan kepada Socrates. Pertama, Socrates dituduh menolak menyembah dewa-dewa resmi Yunani (impiety). Kedua, Socrates dituduh meracuni pikiran anak-anak muda Athena, lewat “filsafat kritis” yang diajarkannya, seperti kebebasan berpendapat. Semua tuduhan itu diperkuat dengan ramalan kuil Appollo bahwa Socrates merupakan orang terpandai dan merupakan hadiah dari para dewa untuk Athena. Sebagaimana dikisahkan dalam buku-buku filsafat, pada waktu itu tidak ada jaksa dan hakim. Setiap warga Athena yang merasa diri mempunyai bukti tentang kejahatan yang dilakukan seperti yang dituduhkan kepada Socrates tampil ke depan untuk memberikan kesaksian. Atau, setiap warga Athena dapat menjadi hakim dan jaksa. Di samping tidak ada tata krama dan etika pengadilan, juga Socrates tidak memiliki peluang untuk keluar dari jeratan Pengadilan Heliasts. Ini karena “hakim” dan “jaksa”, yang terdiri dari seluruh warga Athena yang hadir itu, juga adalah musuh-musuh Socrates yang telah memiliki penilaian buruk sebelumnya, atau apriori negatif terhadap Socrates yang sulit dibantah. Terbukti atau tidak, dan sejauh mana pun kebenaran yang dimiliki Socrates, dengan berbagai argumentasi yang diajukannya, Socrates sadar bahwa dirinya tidak bisa keluar dari jeratan hukuman mati yang diterimanya. Ketika itu, seorang muridnya bermaksud membantunya agar ia bisa keluar dari penjara dengan menyuap para penjaga. Tetapi, Socrates menolak bantuan muridnya dan tidak mau menggunakan uang agar tetap hidup, meskipun ia tahu dirinya tidak bersalah. Kepada para jaksa dan hakim, yaitu para warga Athena yang menuntutnya, Socrates mengatakan, “A man should take courage when about to die, and be of good hope, after leaving this life, he will attain to the greatest good younder”. Orang harus tabah ketika menghadapi kematian, dan patut mempunyai harapan baik bahwa setelah meninggalkan dunia ini dia akan memperoleh kebaikan terbesar di dunia lain. Dengan demikian, yang pantas dipilih untuk dipertahankan adalah moral yang dianggapnya benar, meski dengan harus mengorbankan nyawa. Artinya, lewat Pengadilan Heliasts itu juga Socrates hendak memberikan pendidikan hukum dan moral kepada para hakim dan jaksa dalam pelaksanaan tugas-tugas mulianya. Di depan Pengadilan Heliasts, Socrates berjanji taat pada hukum. “Saya tidak akan mengemis agar saya diberi pengampunan, tetapi saya akan memberikan pencerahan (englightment) kepada Anda tentang tugas-tugas hakim dan jaksa serta berusaha meyakinkan Anda untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan berintegritas tinggi.” Memang, semasa hidupnya juga Socrates selalu memberikan kritik pedas kepada para hakim dan jaksa, terutama terhadap kiprah kelompok filsuf Sofis yang cenderung memanfaatkan kehormatan dan keahlian mereka sebagai ahli retorika yang senang berwacana untuk memengaruhi kaum muda Athena pada cara hidup yang tidak terhormat.
Kepandaian retorika bukan dipakai sebagai jalan menemukan kebenaran, tetapi sebagai alat kelicikan: memutarbalikkan fakta dan merekayasa berbagai persoalan kemasyarakatan. Ketaatan pada hukum ini memang sering diucapkan pula dalam wacana dan tulisan-tulisanya. Suatu ketika Socrates berucap, celakalah negeri yang penghuninya tidak respek pada hukum, terutama para aparat penegak hukumnya. Ini karena tiap pengabaian hukum merupakan tindakan keji, tidak bermoral, yang amat berbahaya bagi eksistensi bangsa. Begitu hukum dicabik-cabik, kebenaran hukum dimanipulasi, kebohongan dicuatkan, kehancuran hadir di depan mata, karena yang akan terjadi adalah ketidakadilan, penindasan, dan kebiadaban.

Renungan Bernegara
Keteguhan dalam menjaga moral seperti yang ditunjukkan Socrates ternyata berbanding terbalik dengan perilaku para koruptor, dus para hakim dan jaksa di negeri ini. Hakim dan jaksa yang gemar menerima suap, merekayasa kebenaran hukum, dan tidak bernurani serta koruptor yang gemar berbohong dan serakah, adalah indikasinya. Semua itu adalah cermin kesia-siaan kematian Socrates yang ingin memberikan pencerahan hukum. Akibatnya, dari potret hukum dus pengadilan di negeri ini yang bertolak belakang dengan perjuangan Socrates itulah bangsa ini memasuki periode berbahaya. Aksi suap dan korupsi pun semakin menjadi-jadi. Orang semakin tidak takut menyuap dan mengorupsi, karena yakin bahwa dirinya dapat bebas dari jeratan hukum, jika pandai berselingkuh dengan para hakim dan jaksa dan lihai bermain mata dengan para penguasa. Lalu, apakah keadaan bangsa seperti ini terus dibiarkan hingga jatuh ke tebing jurang kehancurannya? Jawabannya, tentu tidak. Oleh karena itu, pesan Socrates perlu direnungkan oleh semua komponen bangsa, terutama para hakim dan jaksa.
Pernyataan Socrates lain yang perlu menjadi sumber renungan adalah, “Pantang bagiku untuk melecehkan hukum di negeriku, karena aku tahu hukum, maka wajib bagiku untuk menjalankan dan menghormatinya. Hanya orang lalim yang tidak mewujudkan apa yang ia tahu dalam perbuatan; hidup terhormat lebih utama dari materi.” Jika perilaku dan kualitas hidup moral etis para aparat penegak hukum tidak tercerahkan dari kematian Socrates, bukan saja wajah hukum kita kian tercoreng, tetapi kehidupan moral bangsa pun kian terdegradasi. Dengan demikian, yang diperlukan kini adalah pembangunan keutamaan-keutamaan moral etis kehidupan bangsa yang dimulai dari pencerahan dan pencerdasan kehidupan hukum oleh aparat penegak hukum. Itu demi terbangunnya sebuah negara moral. Kata Robert Spaeman, filsuf asal Jerman, sebuah negara menjadi negara moral adalah negara yang bukan saja memberikan ruang gerak bagi masyarakat madani (civil society) untuk mengekspresikan perilaku hidup yang penuh moral, tetapi harus mendesak aparat pengatur kehidupan negara seperti aparat penegak hukum untuk berperilaku dan bertindak adil dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Penulis : Direktur Social Development Center; seorang sarjana filsafat (Sinar Harapan)
Sumber : From: "Adv. Agam Sandan"
Sender: Perhimpunan-Advokat-Indonesia@yahoogroups.com
Date: Sun, 2 Sep 2012 08:30:04 +0700

01 September, 2012

Mengenal Wireless

Wireless atau dalam bahasa indonesia disebut nirkabel, adalah teknologi yang menghubungkan dua piranti untuk bertukar data tanpa media kabel. Data dipertukarkan melalui media gelombang cahaya tertentu (seperti teknologi infra merah pada remote TV) atau gelombang radio (seperti bluetooth pada komputer dan ponsel)dengan frekuensi tertentu. Kelebihan teknologi ini, bisa meniadakan penggunaan kabel yang bisa mengganggu pemandangan dan kerumitan instalasi ketika menghubungkan lebih dari 2 perangkat secara bersamaan. Misalkan untuk menghubungkan 1 buah komputer server dengan 100 computer client, jika menggunakan kabel akan dibutuhkan minimal 100 kabel, dengan panjang bervariasi sesuai kebutuhan jarak komputer client ke computer server. Jika kabel-kabel ini tidak melalui jalur-2 khusus yang ditutupi / dibungkus rapih [seperti kabel tray atau conduit], hal ini bisa mengganggu pemandangan mata atau interior sebuah ruang. Pemandangan seperti ini tidk terjadi pada hubungan antar piranti dengan teknologi nirkabel. Sedang kekurangan teknologi ini adalah kemungkinan terjadinya interferensi [bercampur jaringan] terhadap sesama hubungan nirkabel pada piranti lainnya.

Sumber : http://malangjc.forumotion.net/t1-pengertian-nirkabel
Diakses tanggal 1 September 2012 ; 17:20

Pengertian Wi-Fi [HotSpot] sekilas

Wi-Fi merupakan kependekan dari Wireless Fidelity, yang memiliki pengertian yaitu sekumpulan standar yang digunakan untuk Jaringan Lokal Nirkabel (Wireless Local Area Networks - WLAN), adalah teknologi populer yang memungkinkan perangkat elektronik untuk pertukaran data secara nirkabel (menggunakan gelombang radio) melalui jaringan komputer, menggunakan koneksi dengan kecepatan tinggi internet. Wi-Fi Alliance mendefinisikan Wi-Fi yaitu "jaringan area lokal nirkabel (WLAN) yang diproduksi yang didasarkan pada standar Institute of Electrical dan Electronics Engineers (IEEE) 802.11. Namun, karena WLAN paling modern didasarkan pada standar ini, istilah "Wi-Fi" digunakan secara umum Inggris sebagai sinonim untuk "WLAN". Awalnya Wi-Fi ditujukan untuk penggunaan perangkat nirkabel dan Jaringan Area Lokal (LAN), namun saat ini lebih banyak digunakan untuk mengakses internet. Hal ini memungkinan seseorang dengan komputer dengan kartu nirkabel (wireless card) atau personal digital assistant (PDA) untuk terhubung dengan internet dengan menggunakan titik akses (atau dikenal dengan hotspot) terdekat.

Sebuah perangkat yang dapat menggunakan Wi-Fi (seperti komputer pribadi, permainan video konsol, smartphone, tablet, atau pemutar audio digital) dapat terhubung ke sumber daya jaringan seperti Internet melalui titik akses jaringan nirkabel. Seperti titik akses (atau hotspot) memiliki jangkauan sekitar 20 meter (65 kaki) dalam ruangan dan luar rentang yang lebih besar. Cakupan hotspot dapat terdiri dari daerah sekecil satu ruangan dengan dinding yang menghalangi gelombang radio atau sama besar dengan banyak mil persegi - dicapai dengan menggunakan beberapa titik akses tumpang tindih.

"Wi-Fi" adalah merek dagang dari Aliansi Wi-Fi dan nama merek untuk produk yang menggunakan standar IEEE 802.11. Hanya Wi-Fi yang diproduksi lengkap oleh Wi-Fi Alliance melalui pengujian interoperabilitas dan mendapatkan sertifikasi berhasil dapat menggunakan "Wi-Fi CERTIFIED" dan merek dagang. Protokol kualitas jauh lebih tinggi, WPA dan WPA2, yang ditambahkan. Namun, fitur opsional ditambahkan pada tahun 2007, disebut Wi-Fi Protected Setup (WPS), memiliki kecacatan yang memungkinkan penyerang remote untuk memulihkan router WPA atau WPA2 password dalam beberapa jam di sebagian besar implementasi Beberapa produsen telah direkomendasikan. mematikan fitur WPS. Aliansi Wi-Fi telah diperbarui sejak rencana uji dan program sertifikasi untuk memastikan semua perangkat yang baru bersertifikat melawan brute force AP serangan PIN.

Sumber :
http://goo.gl/Nczia
dan
http://goo.gl/5Wvwy
diakses 1 September 2012 ; 09:40