09 November, 2010

paraf dalam dokumen / akta

[Tanya] Mohon informasi sedikit mengenai paraf. Apakah ada peraturan khusus yang mengatur mengenai paraf? Kalau dalam akta notariil paraf dan tanda tangan hanya dilakukan oleh para pihak yang disebut dalam akta. Bagaimana perlakuannya untuk akta bawah tangan? Misalkan dalam Perjanjian Kredit bawah tangan yang ditandatangani oleh Pejabat bank dan Debitur, apakah bawahan dari pejabat bank tersebut dapat ikut memberikan paraf pada perjanjian Kredit, dikarenakan dia yang membuat Perjanjian tersebut (sama halnya seperti membuat surat)? Terima kasih sebelumnya.
antony wirawan ; Judul: Arti dan Makna paraf ; Kepada: Notaris_Indonesia ; Tanggal: Rabu, 3 November, 2010, 2:28 AM


[Jawab] saya mau mencoba menjawab tentang arti paraf, bahwa Paraf diberikan sebagai tanda bahwa surat atau perjanjian tersebut telah di baca, dan pihak-pihak yang terkaiat dengan perjanjian tersebut benar-benar mengerti dan memahami dengan apa yang dibaca.

Oktaviana Kusuma Anggraini ; Notaris_Indonesia ; Sent: Friday, November 05, 2010 12:33 PM Subject: Bls: Arti dan Makna paraf

Saksi Akta Notaris Vs. di Persidangan-2

[RGS-Tanya] Apakah pengertian saksi dalam suatu akta BERBEDA dengan pengertian saksi dalam hukum acara di pengadilan perdata atau pidana [litigasi], dimana saksi adalah orang yang mengetahui, mendengar, melihat atau mengalami langsung, jadi saksi dalam hal litigasi menceritakan pengalaman dia di masa lampau.

[Jawab] Saksi Akta Notaris. Untuk kepentingan hukum saksi ada 3 (tiga) jenis, yaitu :
  1. Saksi yang tidak sengaja untuk jadi saksi, tapi pada saat terjadi suatu peristiwa yang bersangkutan berada di tempat atau melihat kejadian yang bersangkutan, sehingga yang bersangkutann jadi saksi.
  2. Saksi yang sengaja dihadirkan dan diminta untuk jadi saksi.
  3. Saksi akta Notaris, yaitu saksi yang sengaja dihadirkan untuk menjadi saksi bahwa SEMUA FORMALITAS DALAM PEMBUATAN AKTA TELAH DILAKUKAN.
Dalam praktek sekarang ini telah terjadi kesalahkaprahan (baik dilakukan pengacara, pengadilan, kejaksaan, penyidik/kepolisian). Ketika seorang Notaris oleh MPD tidak diizinkan untuk memenuhi panggilan penyidik/kepolisian, maka penyidik mencari cara lain, yaitu memanggil saksi akta Notaris, untuk ditanya dan menceritakan aspek materil dari akta yang bersangkutan. Misalnya berkaitan dengan akta Pengikatan Jual Beli yang dimasalahkan oleh para pihak, saksi ditanya, apakah melihat terjadinya pembayaran jual beli tersebut, artinya ada penyerahan uangak secara fisik dari pembeli kepada penjual, padahal pembayaran dilakukan transfers bank, jangan saksi, notaris pun tidak tahu, tapi hanya diperlihatkan tanda bukti pengiriman uang saja. Sudah tentu saksi akta ini tidak perlu diperlakukan seperti tersebut di atas. Karena kedudukannya berbeda dengan saksi pada umumnya.
Perlu dipahami juga, bahwa keberadaan saksi akta Notaris, merupakan bagian dari aspek formal akta Notaris, sehingga ketika seorang Notaris tidak diizinkan untuk memenuhi panggilan penyidik, maka saksi tidak perlu dipanggil lagi. Kita bisa membayangkan jika kelakuan penyidik dijalankan seperti, mungkin akta-akta Notaris yang dibuat tahun 1800 di Indonesia (masih Notaris WN Belanda) jika bermasalah akan dipanggil oleh penyidik.
Penyidik sekarang ini dalam melakukan penyidikannya memakai KACA MATA KUDA, artinya tidak mau mempelajari atau memahami ketentuan dan pengertian Ilmu Hukum Kenotariatan, sehingga semuanya menjadi tidak karuan lagi, tugas bagi kita untuk meluruskannya.
Jadi saksi dalam akta Notaris sifatnya khusus, tidak sama dengan saksi yang bukan saksi akta.

From: habib adjie ; To: Notaris_Indonesia ; Cc: Groups pengacara ; Sent: Friday, November 05, 2010 6:02 AM Subject : Definisi Saksi Dalam Akta Notaris Vs Saksi di Persidangan

Mengenai Due Dilligence

[Opini Tambahan] Mengenai Due Dilligence
  1. Sedikit penjelasan tentang MOU Due Diligence, pada prinsipnya sebelum kedua belah pihak hendak menjajaki suatu hubungan hukum diantara mereka, maka masing-masing pihak perlu meyakinkan diri terlebih dahulu bahwa dirinya terlindungi atau aman secara legal jika mengadakan hubungan hukum dengan pihak lain tersebut.
  2. Untuk itu para pihak akan bernegosiasi terlebih dahulu dan hasil dari negosiasi awal masing-masing pihak akan menyatakan kehendaknya biasanya dimuat dalam suatu Letter of Intent (Pernyataan Kehendak) untuk membuat suatu hubungan hukum (misalnya : kontrak).
  3. Selanjutnya para pihak akan memasuki tahap yang lebih serius lagi yaitu tahap due diligence (secara mudah sebut aja pemeriksaan legalitas dari subyek maupun obyek dari hubungan hukum yang akan dilakukan oleh mereka). Jadi pada hakekatnya MOU Due Diligence itu sebenarnya juga MOU pada umumnya yaitu suatu tahapan/proses sebelum terjadinya suatu kontrak yang sesungguhnya.
Kesimpulan :
  1. Yang diatur dalam MOU Due Diligence adalah syarat-syarat untuk terjadinya suatu kontrak, dimana masing-masing pihak harus memenuhi syarat legalitas Subyek Hukum dan juga Obyek Hukumnya.
  2. Para pihak saling memberikan semua dokumen yang diperlukan untuk itu, tenggang waktu pelaksanaan pemeriksaan tersebut, tanggung jawab terhadap biaya yang dikeluarkan ; dan (kalau Due Diligence terpisah dari MOU umum) sebutkan klausula bahwa dengan terpenuhinya syarat2 legalitas Subyek dan Obyek, maka para pihak sepakat untuk masuk dalam hubungan hukum sesuai yang dikehendaki, dengan ketentuan jika salah satu pihak mundur, maka dia bertanggung jawab untuk mengganti seluruh biaya yang telah dikeluarkan.
Sebagai tambahan bacaan mengenai Arti/makna dan tanggung jawab dalam PraKontrak/MOU dalam kaitannya dengan prinsip hukum Unidroit dapat dibaca artikel disini.

Dari: Jusuf Patrick ; Judul: Tanya ; Notaris_Indonesia ; Rabu, 3 November, 2010, 6:40 AM

07 November, 2010

Hukum Privasi Di Cyberspace

Hukum Privasi Hukum Di Cyberspace
Dalam arti sempit privasi dapat diartikan kekuatan anda untuk mengendalikan orang lain ketahui tentang diri anda, atau kekuatan mengontrol kebenaran diri anda untuk diketahui orang lain ; dalam kebohongan/penipuan dikendalikan melalui hukum pidana, sedang privasi disini berkaitan dengan kemampuan anda untuk menyembunyikan suatu kebenaran.

Ada 2 macam kebenaran dimungkinkan untuk dilindungi oleh hukum :
  1. kebenaran tentang informasi atau data diri anda yang telah terbuka ke publik, baik dengan cara memberikan informasi kepada orang lain, atau berdasarkan info yang diperoleh dari hasil pengamatan publik
  2. kebenaran info anda yang telah disimpan secara pribadi
Berbagai Contoh :
Saya mungkin telah mengajukan permohonan untuk terhadap satu obyek rumah yang akan dilelang melalui Pengadilan Negeri, dan saya masih dimungkinkan ingin mengontrol bagaimana orang lain-pun dengan bebas bisa mengakses ke informasi ini [walaupun pengadilan telah mempublikasikan melalui mass media] ; atau
Saya sudah membuat publik tahu bahwa saya membeli alat tes kehamilan di apotek secara terbuka dengan menggunakan kartu kredit yang saya miliki, tapi saya masih dimungkinkan juga untuk mengontrol bagaimana orang lain dengan mudah mengakses ke informasi tersebut. Kedua contoh ini adalah jenis PERTAMA hukum perlindungan privasi, yang dikenal dengan istilah privasi informasi.

Contoh lain
Jenis Privasi Tertutup, misalkan berapa banyak uang yang saya miliki pada bank, apa yang saya tuliskan dalam surat cinta yang saya kirimkan ke pacar, buku apa saja yang ada pada rak buku saya miliki, saya menonton film apa di televisi. Semua ini adalah fakta mengenai diri saya, kebenaran diri saya dan kesemua data ini bisa kita kontrol [untuk bisa diakses atau tidak] oleh orang lain. Pada hakekatnya hukum telah melindungi kedua jenis privasi ini. Tetapi hukum tidak memberikan perhatian sepenuhnya kepada jenis privasi yang pertama, namun telah melindungi privasi jenis kedua, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan mengenai informasi kekayaan.
Fakta mengenai informai diri yang tersimpan dirumah saya terlindungi dari pengintai, karena pengintip atau pengintai tidak diizinkan masuk kerumah saya untuk melihatnya. Jika ia memaksa untuk masuk dan mengintai, maka ia akan dihukum. Pada kasus lain, apakah benar polisi melakukan pengintaian terhadap diri saya, disini hukum-pun tetap melindungi privasi saya dirumah.
Tidak seperti di jalanan, apa yang saya pilih untuk bisa menjadi terbuka kepada publik, makan hal ini akan menjadi milik publik. Apa yang saya pilih untuk dibawa keluar dari rumah [atau keluar dari dompet saya], saya sendiri yang telah menentukan untuk memilih membuka perlindungan privasi ini atau tidak, namun pada faktanya saya sudah membuka akses kepada publik diluar pengawasan, walau tidak banyak yang bisa mereka lakukan. Seseorang bisa saja mengikuti kemana saya berkeliling, dan merekam segala yang saya beli dengan uang saya, dan kemudian menjual daftar ini kepada orang lain, walaupun mengumpulkan data ini lebih mahal dari harga selayaknya.
Sekarang ini, orang lebih memperhatikan seputar informasi apa yang mereka peruntukan ke publik, karena dengan semakin banyak yang kita buka, maka akan semakin masuk akal informasi/data ini semakin mudah diakses publik. Kita membuat informasi siapa orang-2 yang kita hubungi, atau seberapa uang yang kita miliki, seberapa besar gaji kita peroleh, apa obat yang kita gunakan, kemana kita berpergian, buku apa yang kita baca. Kesemua fakta ini menjadi terpublikasi, maka pertanyaannya, seberapa jauh kita bisa mengontrol semua ini?
Dalam mendalami pemahaman privasi, kita akan memulai dengan masalah privasi informasi, dan kembali ke masalah yang lebih mendalam yaitu kebiasaan untuk melindungi fakta-fakta pribadi diri sendiri. Kedua isu ini akan berkaitan erat dan bisa muncul dalam dunia maya, dimana beberapa fitur pada dunia maya akan bisa menimbulkan masalah unik yang berbenturan dengan hukum privasi. Pada akhirnya akan lebih banyak pertanyaan ketimbang jawaban dalam lingkup privasi dalam dunia maya [cyber-space], dengan harapan akhir bisa diperoleh suatu kerangka pertanyaan yang pasti.

RGS @ facebook

Lihat catatan rgs@facebook

Kepada Seluruh teman-teman, Network atau-pun segala bentuk interaksi yang tercipta media Facebook [www.facebook.com] baik secara langsung maupun tak langsung terhubung dengan facebook pribadi saya [Robaga Gautama Simanjuntak - Advokat Konsultan Hukum RGS & Mitra], dengan penuh rasa hormat, pertama-tama kami mengucapkan terima kasih karena anda berkenan terkoneksi atau terhubung dengan kami melalui jaringan facebook ini.

Sehubungan dengan pesatnya perkembangan teknologi informatika yang semakin mudahnya sesama insan-manusia untuk terkoneksi dan memasuki wilayah / area pribadi, dan memperhatikan kemungkinan munculnya suatu fenomena atau akibat hukum, baik yang bernuansa positif [baik] maupun negatif [buruk], baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Maka dengan ini kami menyatakan sekaligus mendeklarasikan bahwa :

  1. segala sesuatu statemen, komentar, pernyataan yang kami sampaikan melalui facebook hanyalah guyonan belaka dan kami akan tidak bermaksud untuk menyinggung atau merugikan berbagai pihak manapun secara langsung maupun tidak langsung
  2. segala sesuatu yang dapat anda download baik dalam bentuk foto, gambar, tulisan ataupun bentuk data-digital lainnya tidak dapat dijadikan sebagai pembuktian yang sempurna berdasarkan Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan anda harus tetap memperhatikan ketentuan / TERMS Facebook yang terdapat pada http://www.facebook.com/terms.php?ref=pf
  3. Sesuai UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi & Transaksi Elektronik, maka dengan adanya kesepakatan anda dan saya dengan cara meng-klik menerima [accept] maka segala sesuatu info elektronik yang anda peroleh baik langsung atau tidak langsung melalui facebook kami, anda menyetujui bahwa segalanya tidak memiliki pembuktian hukum yang sempurna, namun semata-mata hanya sebagai alat / media untuk membina keakraban belaka.
  4. Apabila anda merasa tidak menyetujui atau segala sesuatu yang kami sampaikan, dengan senang hati kami menerima saran anda yang dapat disampaikan melalui email rgsimanjuntak@gmail.com dan kritisi maupun saran berikan kepada kami hendaknya tetap dikirimkan dalam kata / kalimat yang sopan disertai uraian yang logis.
  5. Kami memberikan kebebasan kepada anda untuk meremove hubungan pertemanan yang telah terkoneksi, demikian pula anda menyetujui dan memberi kebebasan kepada saya untuk bebas meremove pertemanan yang sudah terbina dan terhubung melalui jaringan facebook, apapun alasan atau pertimbangan yang anda atau saya berikan, kita akan terus saling hormati.
Saya tuliskan ini sejak 17 Nov. 2008 di Jakarta Selatan
Salam hormat.
Robaga Gautama Simanjuntak
http://advokat-rgsmitra.com


Robaga Gautama Simanjuntak

Buat Lencana Anda

Kemelut di Universitas Trisakti [Old-Case-2005]

Lingkup : Hukum Yayasan

Tanggal 17 Mei 2005, Pengadilan Negeri Jakarta Barat memutus PerkaraNomor 391/pdt/G/2004/PN.JKT.BAR tanggal 20 Oktober 2004, yaitu gugatan Universitas Trisakti terhadap Yayasan Trisakti tentang Perubahan Akta Pendirian Yayasan Trisakti dengan Akta 152 tertanggal 31 Januari 1991.

Pendirian Yayasan Trisakti dilakukan atas inisiatif Pemerintah Republik Indonesia, dengan Akta Notaris Eliza Pondaag tanggal 27 Januari1966 Nomor 31; dengan tujuan untuk melengkapi organisasi Universitas Trisakti yang dibuka oleh Pemerintah pada tanggal 29 Nopember 1965. Dalam akta pendirian tersebut masing masing pendiri, yaitu Brigadir Jenderal Tentara Nasional Indonesia Dokter Sjarif Thayeb Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan; dalam kedudukannya sebagai Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP), Kapten Laut Kristoforus Sindhunatha Sarjana Hukum Pejabat Kepala Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa; dalam kedudukannya sebagai Ketua Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa Departemen Pertahanan dan Keamanan.

Kemudian Peraturan dasar yang dibuat dihadapat Notaris Eliza Pondaag tersebut telah diubah oleh Ferry Sounevil, K. Sidhunatha, Trisulo dan Harisurohardjo, yang menyatakan dirinya masing masing sebagai pengusaha; dengan Akta Sutjipto, SH tanggal 31 Januari 1991 Nomor 152
Pengadilan Negeri Jakarta Barat antara lain menyatakan bahwa Akte Notaris Nomor 152 tertanggal 31 Januari 1991, dibuat oleh dan dihadapan Notaris Pengganti Sutjipto, SH bernama Achmad Abid, SH adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum dan batal demi hukum.

Dengan demikian, para pengurus Yayasan Trisakti yang ada atas dasar Akta perubahan Notaris Sutjipto, SH tanggal 31 Januari 1991 Nomor 152 adalah TIDAK SAH. Dan seluruh tindakannya adalah tindakan MELAWAN HUKUM dan BATAL DEMI HUKUM.

Sesungguhnya, Roh pertikaian ini adalah karena seluruh Keluarga Besar Universitas Trisakti TIDAK MENYETUJUI adanya pernyataan dan upaya PERAMPOKAN asset Publik, yaitu Universitas Trisakti oleh 4 tokoh Yayasan yang melakukan perubahan akte dan menyatakan bahwa Universitas Trisakti adalah MILIK MEREKA secara pribadi.
Empat tokoh yang melakukan perubahan atas akta pendirian Yayasan Trisakti tersebut sudah berstatus tersangka di Mabes Polri. Ke empat tersangka tersebut telah merubah status ex-officio keberadaannya sebagai pendiri menjadi berstatus murni pribadi – sebagai pengusaha;
tanpa persetujuan Pemerintah sebagai pendiri yang sesungguhnya. Dengan kata lain 4 tokoh itu telah mengalihkan penguasaan asset publik menjadi asset Yayasan Pribadi.

Dalam perjalanan persidangan, keempat tokoh tersebut melalui pengacaranya berupaya menunjukkan Surat Persetujuan dari Menteri Pendidikan di tahun 1991; yaitu Bapak Daoed Yoesoef. Tapi setelah melalui pemeriksaan; tanda tangan yang tertera diatas Surat Persetujuan tersebut DIRAGUKAN KEBENARANNYA, dan keempat tokoh tersebut tidak dapat menunjukkan adanya rapat yang menyetujui diadakannya perubahan.

Kami telah mendengar adanya keputusan Mahkamah Agung tentang kasus yang lain, namun sanpai saat ini keputusan MA tersebut belum kami terima. Kalaupun Keputusan MA tersebut sudah kami terima nantinya, dengan sendirinya ada NOVUM untuk membatalkan Keputusan MA melalui PK ; karena pada tanggal, 17 Mei 2005 Pengadilan Negeri Jakarta Barat memutuskan Pengurus Yayasan Trisakti TIDAK SAH, karena telah merubah Akta Pendirian Yayasan Trisakti secara sepihak dengan demikian seluruh tindakannya sejak tahun 1991 TIDAK MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM dan BATAL DEMI HUKUM

Pada kasus lain, gugatan yang dilakukan oleh Yayasan Trisakti tentang Logo, Mahkamah Agung memutuskan bahwa LOGO TRISAKTI ADALAH MILIK BADAN HUKUM UNIVERSITAS TRISAKTI. Jadi; bagaimana mungkin Rektorium yang dibentuk oleh Yayasan Trisakti dapat menyatakan akan memutihkan Ijazah Alumni Universitas Trisakti; sementara Pengurus Yayasan Trisakti adalah PALSU ! TIDAK SAH !

Pada saat yang sama, Pimpinan Universitas dan Fakultas menerima kunjungan kerja Dewan Perwakilan Daerah PAH III, membicarakan tentang Badan Hukum Pendidikan Tinggi. Tegakkan Yang Benar Adalah Benar !

Jakarta, Juni 2005
Hormat kami
Universitas Trisakti

Sumber : jasahukum@yahoogroups.com>
Subject: [jasahukum] KASUS TRISAKTI (Pelajaran Hukum yang berharga)
Date: Wednesday, July 13, 2005 11:12 PM

03 November, 2010

PT : Prosedur Pembubaran

[Tanya] Mohon sharing pendapatnya mengenai prosedur pembubaran PT sudah badan hukum. Apakah cukup dengan RUPS, yang didalamnya ada penunjukkan likuidatur saja - dilanjutkan dengan pengumuman koran + pemberitahuan ke Menkumham. Atau adakah tahapan lainnya?


[Jawab] Praktek Pelaksanaan Pembubaran PT
Dalam praktek pembubaran Perseroan menurut UU 40/2007 akibat keputusan RUPS ternyata terdapat inkonsistensi pelaksanaan pasal 152 ayat 5 UU 40/2007 yang mengatur tentang pencatatan berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dalam Daftar Perseroan.
Pembubaran Perseroan dalam UU 40/2007 diatur dalam pasal 142 sampai dengan pasal 152, dimana yang berbeda dengan pengaturan dalam UU 1/1995(pasal 114 s/d pasal 124) adalah mengenai berakhirnya status badan hukum Perseroan. Dalam UU 40/2007 ditegaskan bahwa Menteri akan mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan yaitu setelah mendapatkan pemberitahuan dari Likuidator tentang hasil akhir proses likuidasi yang dicantumkan dalam RUPS "terakhir". Untuk lebih jelasnya berikkut ini diuraikan langkah-langkah pembubaran PT berdasarkan RUPS :
  1. Pelaksanaan RUPS dengan materi acara Pembubaran PT diikuti dengan penunjukan Likuidator untuk melakukan proses likuidasi ( pasal 142 ayat 1 dan 2 )
  2. Dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, Likuidator harus mengumumkan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia serta memberitahukan kepada Menteri ( pasal 147 ayat 1). Catatan : Dalam tahap ini Menteri hanya mencatat bahwa Perseroan dalam likuidasi.
  3. Dalam tahap pemberesan harta kekayaan Perseroan, Likuidator wajib mengumumkan dalam Surat Kabar dan BNRI mengenai Rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi (pasal 149 ).
  4. Dan terakhir diadakan RUPS tentang pertangggung jawaban Likuidator dalam melaksanakan proses likuidasi, sekaligus memberikan pelunasan dan pembebasan kepada Likuidator; yang diikuti pengumuman dalam Surat Kabar mengenai hasil akhir proses likuidasi dan pemberitahuan kepada Menteri.(pasal 152 ayat 3)
  5. Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari Daftar Perseroan diikuti dengan pengumuman dalam BNRI (pasal 152 ayat 5 jo ayat 8).
Singkatnya Likuidator harus mengumumkan 3 kali dalam Surat Kabar ( mengenai pembubaran, rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dan hasil akhir proses likuidasi ) dan 1 kali dalam BNRI (mengenai pembubaran), serta memberitahukan kepada Menteri 2 kali (mengenai pembubaran dan hasil akhir likuidasi).
Dalam praktek ketika memasukkan data untuk memenuhi ketentuan pasal 152 ayat 3 (proses pemberitahuan hasil akhir likuidasi ) ternyata data di database sisminbakum telah dihapus. Rupanya pada waktu pertama kali melaporkan/memberitahukan pembubaran Perseroan, seketika itu pula Menteri ( melalui Sisminbakum ) melakukan pencatatan berakhirnya status badan hukum Perseroan. ( seharusnya Menteri hanya melakukan pencatatan bahwa Perseroan dalam proses likuidasi ).
Jadi dalam praktek Berita Acara RUPS "terakhir" yang berisi hasil akhir proses likuidasi dan pelunasan serta pembebasan likuidator tidak dapat diberitahukan
kepada Menteri melalui Sismnbakum, oleh karena data Perseroan telah dihapus.
Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah implikasinya bagi likuidator bila prosedure pasal 152 ayat 3 UU 40/2007 tidak dilaksanakan ? Menurut penulis terhadap permasalahan ini perlu diadakan analisa yang lebih mendalam.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan kapan status badan hukum suatu Perseroan benar-benar berakhir; yaitu bukan oleh karena pencatatan yang dilakukan oleh Menteri namun pada saat telah dilakukan pemberesan dan pertanggungjawaban likuidator telah diterima oleh RUPS demikian sesuai pasal 143 UU 40/2007 ayat 1.
Saran : Perlu diadakan koreksi terhadap ketentuan dalam pasal 152 ayat 5 dan ayat 6 yang mengesankan bahwa hapusnya/berakhirnya status badan hukum Perseroan dengan adanya tindakan pencatatan oleh Menteri. Tindakan pencatatan oleh Menteri adalah suatu tindakan administratif yang tidak mempunyai implikasi hukum apapun terhadap hapusnya/berakhirnya suatu Perseroan.

Sumber : h3rm4n ; Notaris_Indonesia ; Sent: Sunday, December 13, 2009 12:49 AM ; Subject: Re: (Tanya) Prosedur Pembubaran PT

Bukan Perbuatan Melawan Hukum

[Tanya] : Kepada Rekan-Rekan Yth. Apakah seseorang yang dibebaskan dalam Peradilan Pidana dapat menuntut haknya kembali dalam Peradilan Perdata dengan dasar Pencemaran Nama Baik? Apakah gugatan tersebut dapat dikategorikan sebagai ne bis in idem? Karena Pokok Perkaranya sudah pernah diperiksa di Pengadilan Pidana? Terima Kasih

[RGS-Jawab] Mr. Slt., Seseorang yang dilaporkan sebagai Tersangka dan dibebaskan dalam putusan pengadilan pidana, dia tidak bisa menuntut melalui gugatan perdata. Secara tegas, hal ini sudah diatur dalam UU Perlindungan Saksi & Korban yaitu Pasal 10

  1. Saksi, Korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
  2. Seorang Saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakimdalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan.
  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap Saksi, Korban, dan pelapor yang memberikan keterangan tidak dengan itikad baik.

Dalam praktek, seorang korban yang "merasa" hak-nya dirugikan karena adanya dugaan tindak pidana, telah melaporkan ke polisi, dan terlapor-pun sempat ditahan. Namun dalam proses persidangan pidana si-terdakwa dinyatakan bebas. Kemudian si-terdakwa yg bebas ini menggugat perdata kepada si-pelapor [yang menjadi tergugat], dan nyatanya gugatan ini ditolak oleh Majelis Hakim Perdata. Karena sesungguhnya untuk melaporkan suatu dugaan tindak pidana adalah Hak Asasi Manusia. Walaupun si-terlapor tidak terbukti bersalah [dia bebas karena putusan hakim pidana], maka perbuatan si-pelapor bukan merupakan perbuatan melawan hukum [lihat pasal 10 ayat 1 UU Perlindungan Saksi & Korban] didukung pula oleh beberapa yurisprudensi yang salah satunya Putusan MA Tgl. 30 Desember 1975 No.562 K/Sip/1973.
Jadi tidak ada unsur kesalahan pencemaran nama baik, karena seseorang melaporkan pidana dengan putusan bebas terhadap si-tersangka/terdakwa. Upaya hukum yang bisa dilakukan bagi si-tersangka, adalah mengajukan permohonan pra-peradilan untuk menuntut rehabilitasi atau ganti rugi kepada penyidik kepolisian atau JPU. Tetapi yg perlu diketahui, bahwa suatu putusan rehabilitasi, biasanya sudah langsung tertera pada putusan yang membebaskan si-tersangka. Jadi tinggal menuntut ganti rugi saja. Demikian, sekedar masukan. Salam hormat.

Tanya Jawab Dari Milis pengacara@yahoogroups.com ; Sent: Wednesday, June 20, 2007 7:21 PM ; Subject: [Advokat-Indonesia] Ne bis in idem

Pengertian Saksi Dalam Akta Notaris Vs Saksi di Persidangan [1]

[RGS-Tanya] Dearl all rekan-rekan sarjana hukum, notaris atau calon notaris ataupun praktisi hukum yang saya hormati, sehubungan dengan penggunaan istilah saksi dalam suatu akta notaris, apakah pengertian saksi dalam suatu akta BERBEDA dengan pengertian saksi dalam hukum acara di pengadilan perdata atau pidana [litigasi], dimana saksi adalah orang yang mengetahui, mendengar, melihat atau mengalami langsung, jadi saksi dalam hal litigasi menceritakan pengalaman dia di masa lampau. Misalkan seorang saksi dalam suatu persidangan, Ia akan menceritakan [memberi kesaksian] bahwa ia mengetahui bahwa pada tanggal 1 januari 2010 lalu ia, si A dan si B mengadakan transaksi jual-beli dan transaksi jual beli ini ditandatangani dihadapan notaris C ; atau ia melihat langsung si-A memukul si-B dengan sebuah buku sangat tebal sehingga mengakibatkan B kepalanya benjol atau luka. Jadi hampir seluruh peranan saksi di persidangan selalu menceritakan / memberi kesaksian pada peristiwa-peristiwa di masa lampau. Sehingga pertanyaan saya, apakah definisi saksi, yang biasanya nama saksi itu tertuang dalam suatu akta notaris? karena saya yakin saksi yang ditetapkan dalam suatu akta yang dibuat dihadapan Notaris bukan menceritakan suatu fakta hukum di masa lampau. Mohon petunjuk dan saran sederhana, semoga berkenan.
Terimakasih & salam hormat. Robaga


[Jawab] Dear all,
Saksi-saksi pada pembuatan akta Notaris
Akta-akta notaris, dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang telah ada atau yang akan ditetapkan dikemudian hari mengenai bentuk dari beberapa di antaranya, dibuat dihadapan notaris, dengan dihadiri oleh dua orang saksi. Para saksi harus dikenal oleh notaris atau identitas atau wewenang mereka dinyatakan kepada notaris oleh seorang atau lebih dari para penghadap clan dengan ancaman dikenakan denda, memberitahukan hal itu di dalam akta. Kecuali dalam hal-hal, di mana oleh K.U.H. Perdata dituntut kedudukan yang khusus disebutkan tersendiri mengenai saksisaksi, maka diperkenankan sebagai saksi-saksi semua orang yang menurut ketentuan-ketentuan dalam K.U.H. Perdata cakap untuk memberikan di muka pengadilan kesaksian di bawah sumpah, mengerti bahasa dalam mana akta itu dibuat clan dapat menulis tanda tangannya.

Saksi-saksi pada pembuatan akta notaris
Dengan perkataan "verleden" yang tercantum dalam UUJN. ini harus diartikan "pembacaan dan penanda tanganan akta," sedang dengan perkataan-perkataan "dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dan seterusnya" dimaksudkan untuk memperingatkan kepada adanya "dua orang saksi," oleh karena jumlah saksi yang diharuskan tidak selalu dua orang. Pasal 940 K.U.H. Perdata misalnya, yang mengatur tentang pembuatan akta penyimpanan surat wasiat rahasia (akte van superscriptie) mengharuskan kehadiran empat orang saksi.
Pertanyaan apakah pada pembuatan suatu akta notaris boleh bertindak lebih dari dua orang saksi, kiranya untuk ini tidak ada larangan. Tidak terdapat satu pasal pun dalam UUJN yang melarang hal itu dan dengan berbuat sedemikian, notaris tidak melampaui wewenangya atau dengan perkataan lain tidak melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam UUJN, sedang jumlah saksi yang diharuskan oleh undang-undang ada terpenuhi. Apabila seorang atau lebih di antara mereka tidak memenuhi syarat-syarat positip yang diharuskan oleh UUJN maka akta itu adalah tetap otentik, asal saja ada dua orang dari mereka yang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang. Akan tetapi apabila terhadap salah seorang di antara mereka terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam pasal –pasal UUJN., maka sanksi terhadap pelanggaran itu akan berlaku, sekalipun masih ada dua orang saksi tinggal, terhadap siapa tidak terjadi pelanggaran atas ketentuan-ketentuan dari pasal-pasal tersebut. Sebenarnya tidak ada gunanya untuk mengadakan lebih dari dua orang saksi, akan tetapi sudah barang tentu, bahwa apabila para pihak meminta atau menghendaki lebih dari dua orang saksi, notaris dalam hal itu tidak dapat menolaknya.

Pengertian mengenai "pihak" dan "saksi"
Saksi adalah seseorang yang memberikan kesaksian, baik dengan lisan maupun secara tertulis (dalam hal yang disebut terakhir ini dengan menanda tanganinya), yakni menerangkan apa yang ia saksikan sendiri (waarnemen), baik itu berupa perbuatan atau tindakan dari orang lain atau suatu keadaan ataupun suatu kejadian.
Jadi saksi adalah orang ketiga (derde). Pengertian-pengertian "pihak" (partij) dan "saksi" -(getuige) adalah pengertian-pengertian yang satu sama lain tidak dapat disatukan.
Pengertian "saksi" dalam UUJN juga adalah menurut pengertian seperti yang diuraikan di atas, sepanjang yang mengenai yang dinamakan "saksi instrumentair" (instrumentaire getuigen), yakni yang disebut dalam UUJN., saksi-saksi mana harus hadir pada pembuatan akta, sedang dengan pembuatan akta dalam hal ini diartikan pembacaan dan penanda tanganan akta.
Para saksi ikut serta di dalam pembuatan terjadinya akta (instrument) itu dan itulah sebabnya mereka dinamakan saksi instrumentair (instrumentaire getuigen). Mereka dengan jalan membubuhkan tanda tangan mereka, memberikan kesaksian tentang kebenaran adanya dilakukan dan dipenuhinya formalitasformalitas yang diharuskan oleh undang-undang, yang disebutkan yang - dalam akta itu dan yang disaksikan oleh para saksi itu.

Saksi instrumentair
Tugas dari para saksi intrumentair ialah :
  1. sepanjang yang mengenai akta partij (partij-akten), mereka harus hadir pada pembuatan akta itu, dalam arti pembacaan dan penanda tanganan (verlijden) dari akta itu;
  2. turut menanda tangani akta itu.
Seperti dikatakan pada sub-1 di atas, para saksi instrumentair harus hadir pada pembuatan, yakni pembacaan dan penanda tanganan akta itu. Hanya dengan hadirnya mereka pada pembuatan akta itu, mereka dapat memberikan kesaksian, bahwa benar telah dipenuhi formalitas-formalitas yang ditentukan oleh undang-undang, yakni bahwa akta itu sebelum ditanda tangani oleh para pihak, telah terlebih dahulu dibacakan oleh notaris kepada para penghadap dan kemudian ditanda tangani oleh para pihak yang bersangkutan, hal mana semuanya itu dilakukan oleh notaris dan para pihak dihadapan para saksi-saksi.

Kehadiran saksi-saksi intrumentair pada pembuatan akta-akta tertentu
Dalam pada itu di dalam pembuatan beberapa jenis akta, kehadiran dari para saksi agak berlainan dengan apa yang diuraikan di atas, seperti misalnya pada pembuatan akta berita-acara mengenai pencatatan budel dan perbuatan atau kenyataan yang dimaksud dalam UUJN, pembuatan berita-acara mengenai penyerahan pembayaran tunai (proces-verbaal van aanbod van gerede betaling) dan mengenai protes tidak membayar (protest van non-betaling) yang dimaksud dalam pasal 218b K.U.H. Perniagaan/Dagang (WvK).
Dalam semua hal tersebut, para saksi harus hadir pada penyaksian dari perbuatan atau tindakan yang dilakukan dan pembacaan serta penanda tanganan dari berita-acara yang dibuat mengenai itu. Artinya tidak cukup, bahwa para saksi itu datang pada saat mulai dilakukan pembacaan dari akta itu, akan tetapi mereka (para saksi) harus sudah hadir sejak dari mulanya, yakni dari saat notaris mulai menyaksikan perbuatan atau tindakan itu dilakukan. Hal ini dapat dengan jelas diketahui dari bunyi pasal UUJN, yang menyebutkan tentang perbuatan atau tindakan yang dilakukan dihadapan notaris pada waktu pembuatan dari akta itu. Oleh karena menurut bunyi pasal UUJN. para saksi harus hadir pada pembuatan akta itu, maka dapat diketahui dengan jelas, bahwa perbuatan atau tindakan itu tidak dapat disaksikan di luar kehadiran dari para saksi.
Selain dari itu juga diadakan ketentuan-ketentuan khusus mengenai cara kehadiran para saksi pada pembuatan dan peresmian surat-surat wasiat, pada penerimaan penyimpanan surat wasiat olografis dan surat wasiat rahasia (lihat pasal 932 dan pasal-pasal 938-941 K.U.H. Perdata).
Dari sifat kedudukannya sebagai saksi, maka para saksi turut mendengarkan pembacaan dari akta itu, juga turut menyaksikan perbuatan atau kenyataan yang dikonstatir itu dan penanda tanganan dari akta itu. Dalam pada itu para saksi tidak perlu harus mengerti apa yang dibacakan itu dan juga bagi mereka tidak ada kewajiban untuk menyimpan isi dari akta itu dalam ingatannya. Para saksi tidak bertanggung jawab terhadap isi akta itu.
Oleh undang-undang tidak ada diwajibkan secara tegas kepada para saksi untuk merahasiakan isi akta itu, sehingga terhadap mereka tidak dapat diperlakukan ketentuan dalam pasal 322 K.U.H. Pidana. Mereka dalam kedudukannya sebagai saksi tidak menjabat suatu jabatan atau pekedaan sebagai yang dimaksud dalam pasal tersebut. Dalam pada itu, apabiia mereka membocorkan isi akta itu, perbuatan itu dapat merupakan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) seperti yang dimaksud dalam pasal 1365 K.U.H. Perdata.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para saksi instrumentair
Undang-undang menentukan beberapa syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh para saksi, yang dapat dinamakan syarat-syarat positip dan syarat-syarat negatip, yang masing-masing disebutkan dalam pasal- pasal UUJN.
Mengenai pertanyaan, apakah para saksi yang bersangkutan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang, harus dinilai pada sa'at pembuatan dari akta itu. Apa yang terjadi sebelumnya atau apa yang akan terjadi sesudahnya tidak menjadi soal. Yang menentukan adalah pada sa'at akta itu dibuat.
Apabila para saksi tidak memenuhi syarat-syarat positip yang ditentukan oleh UUJN, maka akta itu tidak memperoleh kekuatan sebagai akta otentik, akan tetapi hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan, sebegitu jauh itu ditanda tangani oleh para pihak, dengan tidak mengurangi kewajiban dari notaris yang bersangkutan untuk membayar ongkos, ganti rugi dan bunga kepada yang berkepentingan, apabiia terdapat alasan untuk itu.

Syarat-syarat yang ditentukan oleh UUJN, adalah :
  1. para saksi harus dikenal oleh notaris atau identitas dan wewenang mereka harus dinyatakan kepada notaris oleh seorang atau lebih dari para penghadap, dengan kewajiban bagi notaris untuk memberitahukan hal itu dalam akta yang bersangkutan;
  2. para saksi harus cakap menurut ketentuan-ketentuan dalam K.U.H. Perdata untuk memberikan di bawah sumpah kesaksian di muka pengadilan;
  3. para saksi harus mengerti bahasa, dalam mana akta itu dibuat;
  4. para saksi harus dapat menulis tanda tangan mereka. ad a. Pengertian dari "dikenal" yang dimaksud dalam UUJN. tersebut ialah, bahwa nama dari orang-orang yang dicantumkan dalam akta itu benar-benar adalah sama dengan orang-orang yang bertindak sebagai saksi-saksi pada pembuatan akta itu; -mereka yang nama-namanya disebut dalam akta itu harus sesuai dengan orang-orang, sebagaimana mereka itu dikenal di dalam orang-orang, sebagaimana nama-nama yang disebutkan dalam akta itu benar­benar dipakai oleh orang-orang yang bersangkutan.
ad. 1/
Yang dimaksud dengan "dikenal" ini tidak terbatas pada "identitas" dari para saksi itu, akan tetapi juga meliputi wewenang mereka. Hal ini jelas dapat dilihat dari UUJN, di mana dikatakan bahwa apabila para saksi tidak dikenal oleh notaris, maka identitas dan wewenang mereka harus dinyatakan kepada notaris oleh seorang atau lebih dari para penghadap dan hal mana harus dinyatakan dalam akta yang bersangkutan. Dalam pada itu UUJN hanya mengharuskan adanya pernyataan identitas dan wewenang dalam akta, sedang mengenai keharusan untuk menyatakan pengenalan dalam akta samasekali tidak ada disinggung-singgung. Apa akibatnya apabila pernyataan tentang identitas dan wewenang itu tidak dicantumkan dalam akta yang bersangkutan? Apabila nama-nama dari para saksi yang disebut dalam akta itu benar-benar ada sesuai dengan orangorang yang bertindak sebagai saksi-saksi itu, sebagaimana mereka dikenal di dalam masyarakat, maka akta itu adalah otentik, sedang dalam hal sebaliknya, akta itu kehilangan otentisitasnya. Dengan demikian kelalaian untuk mencantumkan di dalam akta mengenai pernyataan tentang identitas dan wewenang dari para saksi tidak mempunyai pengaruh terhadap otentisitas dari akta itu. Hal ini dapat diketahui dengan jelas dari bahwa di mana dipergunakan perkataan "hanya." Yang menentukan otentisitas dari suatu akta adalah sesuai tidaknya nama-nama dari para saksi yang disebut dalam akta itu dengan orang- orang yang bertindak sebagai saksi-saksi dalam akta itu.

ad 2/
Berdasarkan pasal 1912 K.U.H. Perdata, yang dianggap cakap untuk memberikan kesaksian tentang kebenaran di muka pengadilan adalah mereka yang telah mencapai umur 15 tahun dan tidak karena dungu, sakit ingatan atau mata gelap ditaruh di bawah pengampuan ataupun selama perkara sedang bergantung, dimasukkan dalam tahanan.

ad 3/
Syarat lain yang harus dipenuhi oleh para saksi ialah, bahwa mereka harus mengerti bahasa, dalam mana akta itu dibuat. Para saksi pada pembuatan surat wasiat harus memenuhi syarat khusus, yakni mereka harus mengerti bahasa yang dipergunakan oleh pewaris (pasal 944 K.U.H. Perdata). Untuk pembuatan akta-akta lainnya cukup, apabila para saksi mengerti bahasa, dalam mana akta itu dibuat. Selain dari pada itu, pasal 944 K.U.H. Perdata menetapkan, bahwa para saksi pada pembuatan surat wasiat harus sudah dewasa dan harus penduduk dari Indonesia.

ad 4/
Para saksi harus dapat menulis tanda tangan mereka. Para saksi tidak harus betul-betul pandai menulis, asai saja mereka dapat menulis tanda tangan mereka, maka telah terpenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang. Para saksi di dalam menulis tanda tangan mereka tidak boleh dikendalikan oleh orang lain. Dalam hal terjadi sedemikian, maka yang menulis adalah orang lain itu dan bukan para saksi.

Dengan dikendalikannya penulisan tanda tangan dari para saksi oleh orang lain justru membuktikan, bahwa para saksi itu tidak bisa menulis tanda tangan mereka. Juga tidak terpenuhi syarat yang ditentukan oleh undang-undang, apabiia para saksi hanya membubuhkan tanda silang atau parap atau cap (stempel). Undang-undang mengharuskan penanda tanganan dengan nama.

Apakah seorang buta-tuli dapat menjadi saksi dalam akta notaris
Timbul pertanyaan, apakah seorang buta-tuli, buta atau tuli dapat menjadi saksi?
Para saksi tidak boleh orang yang tuli ataupun buta. Undang-undang mengharuskan, bahwa saksi harus mengerti bahasa yang dipergunakan dalam akta dan ia harus dapat mendengarkan pembacaan dari isi akta itu. Oleh karena itu seorang yang tuli tidak mungkin menjadi saksi pada pembuatan suatu akta. Juga seorang saksi harus menanda tangani akta itu. Dengan demikian ia harus dapat mengetahui dan menyaksikan, apakah akta yang dibacakan itu ada sama dengan akta yang ditanda tanganinya.
Selain dari itu juga harus dapat menyaksikan, bahwa para penghadap menanda tangani akta itu. Oleh karena itu seorang saksi harus tidak buta. Dengan penanda tangan akta itu, seorang saksi memberikan kesaksian, bahwa formalitas-formalitas yang disebutkan dalam akta itu benar-benar ada dilakukan.
Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam K.U.H. Perdata, maka tidak boleh diambil sebagai saksi keluarga sedarah dan keluarga semenda, baik dari notaris maupun dari para penghadap sampai dengan derajat ketiga, demikian juga pembantu rumah tangga dari notaris.
Dalam hal terjadi pelanggaran pasal ini atau pasal sebelumnya, maka akta itu sebegitu jauh tidak memuat kemauan terakhir, hanya mempunyai kekuatan seperti akta di bawah tangan, jika itu ditanda tangani oleh para penghadap, dengan tidak mengurangi kewajiban dari notaris untuk membayar biaya, ganti rugi dan bunga kepada yang berkepentingan,jika terdapat alas an untuk itu.
Para keluarga sedarah dan keluarga semenda sampai dengan derajat ketiga dari para pembeli, penyewa, pengepah atau pemborong atau penjamin pada penjualan dimuka umum, penyewaan, pengepakan atau pemborongan, demikian juga dari para anggota dari rapat, dari yang dibicarakan dalam rapat mana oleh notaris dibuat berita-acara, dapat dalam hal ini diambil sebagai saksi.

Dapatkah isteri dari notaris menjadi saksi dalam akta yang dibuat oleh notaris itu?
Di dalam ketentuan UUJN tidak ada disebut isteri dari notaris ataupun isteri dari para penghadap, sehingga ada orang yang berpendapat, bahwa notaris tidak dilarang untuk mengambil sebagai saksi isterinya atau isteri dari para penghadap. Sebagai alasan dikemukakan, bahwa antara notaris dari isterinya ataupun antara para penghadap dan isteri mereka tidak terdapat hubungan keluarga sedarah atau semenda.
Berbeda dengan halnya dalam pasal-pasal 20 dan 21 P.J.N menurut stbl 1830-3., di mana dengan jelas disebut isteri dari notaris. Menurut Melis, kalaupun hal itu tidak dinyatakan secara tegas dalam ketentuan UUJN, namun harus diterima sebagai sesuatu yang pasti, bahwa isteri dari notaris dan dari para penghadap tidak dapat menjadi saksi.
Menurut pasal 944 K.U.H. Perdata tidak boleh diambil sebagai saksi pada pembuatan surat wasiat umum para ahliwaris atau legataris (penerima hibah wasiat), baik keluarga sedarah atau keluarga semenda mereka sampai dengan derajat ke- empat maupun anak-anak atau cucu-cucu atau keluarga sedarah dalam derajat yang sama dari notaris, dihadapan siapa surat wasiat itu dibuat.
Dari pasal 944 tersebut tidak dapat diketahui dengan jelas, apa yang, dimaksud dengan "keluarga sedarah dalam derajat yang sama." Sebagian terbesar para penulis mengatakan, bahwa yang dimaksud ialah derajat yang sama seperti anak-anak dari cucu-cucu, artinya derajat kedua. Prof. Diephuis mengatakan, bahwa yang dimaksud adalah anak-anak semenda dari cucu-cucu semenda dari notaris.
Dalam hubungan ini timbul pertanyaan, apakah pasal-pasal itu hubungannya saling melengkapi dengan pasal 944 K.U.H. Perdata dari karenanya ketentuan-ketentuan dari kedua pasal tersebut sama-sama berlaku untuk surat wasiat atau ketentuan UUJN tidak berlaku untuk surat-surat wasiat dan hanya pasal 944 K.U.H. Perdata yang berlaku untuk itu. Pendapat yang umum ialah, bahwa kedua pasal tersebut sama-sama berlaku untuk surat-surat wasiat.
Juga berkenaan dengan ketentuan-ketentuan tersebut sering timbul pertanyaan, apakah suami dapat bertindak sebagai saksi dalam surat wasiat isterinya, di dalam mana ia tidak memperoleh keuntungan apa-apa? Dapat dikemukakan, bahwa sungguhpun dapat dipastikan, bahwa itu bukanlah maksud dari pembuat undang-undang, hal itu tidak dilarang, oleh karena antara suami dan isteri tidak terdapat yang dinamakan "zwagerschap" dan si isteri juga tidak dapat dianggap termasuk dalam keluarga semenda. Akan tetapi di mana berdasarkan pasal 1910 K.U.H. Perdata yang satu tidak dapat bertindak sebagai saksi dari yang lainnya di muka pengadilan, maka suami tidak juga dapat bertindak sebagai saksi dalam surat wasiat dari isterinya.
Perkataan "penghadap" yang dimaksud dalam UUJN. harus diartikan dalam arti biasa, yakni orang yang datang menghadap kepada notaris.
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam UUJN. menyebabkan, bahwa akta itu, sebegitu jauh akta itu tidak memuat kemauan terakhir, hanya mempunyai kekuatan seperti akta di -bawah tangan, jika itu ditanda tangani oleh para penghadap, dengan tidak mengurangi kewajiban dari notaris untuk membayar biaya, ganti rugi dan bunga kepada yang berkepentingan, jika terdapat alasan untuk itu. Jika akta yang dibuat itu merupakan surat wasiat, maka wasiat itu adalah batal.

From: hmadriansyah ; To: Notaris_Indonesia ; Sent: Wednesday, November 03, 2010 6:15 AM ; Subject: Re: Definisi Saksi Dalam Akta Notaris Vs Saksi di Persidangan

02 November, 2010

Kompetensi PN Skema-3

Jika tergugat menetap diluar negeri, maka gugatan diajukan melalui Pengadilan Negeri Ibu Kota Negara Republik Indonesia, dalam hal ini melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Kompetensi PN Skema-2

Jika Tergugat lebih dari satu orang, maka Gugatan diajukan ke Wilayah Pengadilan Negeri salah-satu dari domisili Tergugat.

Kompetensi PN Skema-1

Gugatan diajukan ke wilayah Pengadilan Negeri Domisili Hukum Tergugat

01 November, 2010

Ganti Notaris

Tanya : Hai, bisa bantu? pertanyaan saya:
  • bisakah PT (berdiri 1991) dari awal akta pendirian sampai pada perubahan2-nya menggunakan notaris yang sama, kemudian ditengah jalan akan mengganti notaris dalam pengurusan semua perubahan (yg mungkin nanti bakal ada, jika ada)?
  • lalu, apakah ada pengaruhnya terhadap akta yang sebelumnya ditangani oleh notaris sebelumnya? (NB: masih kami pake sbg notaris)
  • hal-hal lain yang menyangkut pergantian notaris ini, apa saja? mis: uu, peraturan, dan lain-lain
Terimakasih sebelumnya. LR


Jawab : Rekan LR, Urusan gonta ganti notaris itu hak sepenuhnya dari seorang klien, jika ada seorang notaris yang menghambat seseorang dalam memilih notaris lain yang hendak digunakan jasanya, maka notaris tersebut telah melanggar Kode Etik Notaris. Dalam kasus anda mohon berhati-hati ; jangan ganti notaris ditengah proses pelaksanaan pelaporan/pemberitahuan atau persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar PT ataupun perubahan data perseroan (perubahan susunan Pemegang Saham atau Perubahan Susunan Pengurus PT). Karena bilamana notaris terdahulu telah memasukkan data perubahan ke dalam Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH/Sisminbakum) maka anda harus menunggu sampai dengan selesai yaitu diterbitkannya tanda terima pelaporan/pemberitahuan oleh Menteri. Saya pernah punya pengalaman yang cukup memusingkan waktu itu, pada saat data perubahan sedang dikerjakan oleh seorang notaris senior di Jakarta, PT tersebut mengadakan perubahan lagi atas susunan pengurus PT, tunggu punya tunggu ternyata 30 hari setelah RUPS perubahan pengurus ternyata data pelaporannya belum juga selesai... nah akhirnya PT harus menegaskan kembali perubahan susunan pengurus tersebut dalam suatu RUPS yang baru. Bagi rekan notaris hendaknya sebelum menerima suatu notulen rapat untuk dibuatkan PKR-nya, lebih baik mengecek dulu apakah data PT tersebut tidak sedang dalam proses perubahan/pelaporan.(ingat jangka waktu pelaporan/pemberitahuan hanya 30 hari terhitung sejak tanggal RUPS).
Salam sejahtera - Jusuf Patrick

From: JP To: Notaris_Indonesia ; Sent: Tuesday, October 12, 2010 6:29 PM ; Subject: Re: Ganti Notaris

Larangan Menjabat Direktur atau Komisaris lebih dari 1 perusahaan

Tanya [?] : Mohon masukan dan infonya, apa boleh seseorang misalnya si-A yang sudah menjadi direktur utama sekaligus pemegang saham di suatu PT katakan PT. S, akan membuat PT lagi dengan komposisi yang sama sama hanya untuk nama PT yang berbeda, mengingat si A di PT. S ini dirut sehingga semuanya termaksud siup dan lain sebagainya memakai nama dia, dan nanti pada PT yang baru juga akan seperti begitu. Adakah aturan ini diatur dalam peraturan khusus seperti UU Perseroan Terbatas ?
Terima kasih atas info dan sharingnya
Salam hormat : Sabria
From: SU ; Date: Fri, 24 Sep 2010 11:10:51 ; To: Notaris_Indonesia ; Subject: Pengurus di lebih dari 1 PT

Jawab : Pada prinsipnya tidak terdapat larangan untuk menjabat sebagai Direktur maupun Komisaris dalam lebih dari satu perusahaan. Didalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yaitu Peraturan Komisi Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan mengenai Jabatan Rangkap sebagaimana diatur dalam pasal 26 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat (PerKom No.7/2010). Pasal 26 mengatur bahwa seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan tersebut:
  1. berada dalam pasar bersangkutan yang sama;
  2. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau
  3. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
Jadi larangan jabatan rangkap tersebut hanya berlaku dalam hal tersebut di atas yang berkaitan dengan Praktek Monopoli dan atau Persaingan Uasha Tidak Sehat.

Selanjutnya harus diketahui, Perkom No.7/2010 menegaskan bahwa ruang lingkup direktur atau komisaris tidak terbatas pada badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas (PT) namun juga meliputi badan hukum berbentuk yayasan, firma, persekutuan perdata (maatschaap), CV atau bahkan Koperasi. Artinya Direktur atau Komisaris dalam pasal 26 ini diinterpretasi pula sebagai pemimpin puncak dan pengawas dari perusahaan non PT yang berbentuk badan hukum. Jadi seseorang dilarang menjadi Direktur suatu perusahaan dan sekaligus pengurus koperasi pada saat bersamaan apabila 2 perusahaan itu bergerak dalam usaha yang saling bersaing dalam pasar bersangkutan yang sama.
Terimakasih
From: alwesius ; To: Notaris_Indonesia ; Sent: Monday, October 04, 2010 1:35 PM ; Subject: Pengurus di lebih dari 1 PT