31 March, 2010

Contoh Yurisdiksi Cyber-Space


Di Eropa, dimana kenangan Perang Dunia kedua masih segar dalam pikiran mereka bagi yang tinggal pada periode tersebut, penjualan souvenir kenangan Nazi dan Fasis sering menjadi percikan ketersinggungan.

Tahun 2000 telah dilangsungkan dalam ruang sidang di Paris, ketika sebuah pihak yang berwenang sedang mencari cara untuk memaksa perusahaan Amerika, Yahoo Inc., untuk membatasi agar warga Perancis untuk bisa mengakses ke artefak nazi yang terpajang dalam bahasa Inggris pada sebuah situs lelang, yang tersedia secara online bagi seluruh pengunjung situs dari seluruh dunia.
Apapun hasil dari 'hearing [penjajakan] pada persidangan ini, merupakan suatu titik point dari sebuah teka-teki hukum dalam suatu transaksi perdagangan via cyber-space yang tanpa batas.

Apa yang terjadi ketika suatu hukum dan kebiasaan pada suatu negara menerima suatu pesan online yang berbenturan dengan hukum dan nilai-nilai yang berlaku dari negara pengirim pesan asli?

Dalam pertanyaanya, apakah yahoo.inc bisa membidik hukum Perancis dengan cara mengutuk era nazi, ataukah Perancis mengutuk Yahoo yang memiki kebebasan berexpresi sebagaimana diwujudkan dalam konstitusi Amerika Serikat. Inilah titik kasus Yahoo yang menyangkut yurisdiksi hukum dalam internet [Henry H. Perritt Jr, dekan College Chicago-Kent Hukum dan ahli dalam hukum Internet].

Jika website dapat diakses oleh semua orang, dan mengenai yurisdiksi yang berlaku adalah hukum dari setiap bangsa di bumi sebagai hukum yang mengatur internet, namun pada sisi lain jika kita mengutamakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum di negara mana kotnen itu berada, sehingga nilai-nilai 'kebiasaan' pada negara asing diabaikan, maka disini telah terjadi benturan hukum untuk menentukan yurisdiksi hukum mana yang berlaku.

Hakim Jean-Jacques Gomez Mahkamah Superior Paris memerintahkan Yahoo Inc, berbasis di Santa Clara, California, untuk mencegah dan membuat [membatasi] kemampuan peselancar Web bagi Perancis untuk bisa mengakses ke penjualan objek Nazi-terkait yang muncul di layanan lelang diselenggarakan oleh Yahoo.com.

02 March, 2010

Keamanan di Internet


Walau berbagai dampak positif bisa diperoleh melalui jaringan internet untuk mengakses ke jaringan publik (public network), termaksud untuk melakukan pemindahan data dan informasi, tetap jaringan ini merupakan suatu koneksi yang tidak aman. Karena sesuai dengan pengertian publik, jaringan ini sangat mudah untuk diakses oleh banyak orang dan hal ini pula yang menjadikan kelemahan bagi jaringan itu sendiri. Karena pada sisi lain timbul pemikiran pihak lain yang dengan itikad tidak baik mencari keuntungan dengan melawan hukum, yang berarti melakukan pelanggaran dan kejahatan.

Pada sisi lain telah ada kompromi atas standar etika dan moral, yang terjadi dalam 20 tahun terakhir, disamping muncul dan terjadi berbagai kejahatan internet dimana-mana. Dalam keadaan seperti ini timbul gerakan masyarakat untuk mengembangkan hukum, peraturan, norma tidak tertulis, dan upaya-upaya untuk memelihara harmoni sosial. Jika suatu kejahatan terjadi, masyarakat akan bereaksi bahwa hal tersebut merupakan hal yang salah dan perlu dicegah.

Pencegahan melalui pengaturan bisa terjadi pada lokasi tertentu, kota, negara, bahkan global. Seperti halnya kejahatan komputer dan cyber di Indonesia, hal ini memerlukan adanya suatu pengaturan, agar dapat mencegah dampak yang negatif, mendorong dampak yang positif, sehingga tercipta suatu kondisi sosial yang harmonis.

Penyebab tidak-amannya internet selaku jaringan publik, penyebabnya antara lain adanya Virus Computer, Hacker & Cracker yaitu orang yang masuk ke sistem jaringan computer lain, yang mampu dari hanya sekedar melihat data sampai untuk mengubah, menghapus, meng-copy, atau-pun merusak sistem computer yang dikunjunginya.

Berbagai kasus muncul dan terjadi akibat dari interaksi dalam dunia internet sudah tidak dapat dihindari lagi, contoh kasus di bawah merupakan salah satu faktor yang patut menjadi perhatian bagi jajaran penegak hukum Indonesia antara lain :
  • Sengketa yang terjadi adalah antara Yahoo [salah satu situs terpopuler yang bermarkas di Amerika Serikat] dengan Yoohoo, sebuah situs yang bermarkas di Thailand (Indonesian Observer, 21/6/2000). Yahoo menggugat Yoohoo karena situs itu meniru domain name Yahoo yang telah terkenal. Pengacara Yahoo berpendapat bahwa domain name Yoohoo terdengar sangat mirip dengan Yahoo sehingga akan membingungkan para pengguna internet, meskipun webmaster Yoohoo berdalih bahwa dari segi isinya situs Yoohoo berbeda dengan Yahoo.
  • Semakin banyak pihak yang ingin membuat atau memiliki situs di Internet, maka kebutuhan akan domain name meningkat. Hal ini mendorong pribadi maupun badan usaha, untuk menjadi penjual atau sekedar broker domain name bagi pihak yang membutuhkannya. Pengusaha asal Houston menjual domain name business.com seharga US$ 7.5 juta (Bisnis Indonesia, 20/1/2000). Beberapa situs di internet juga menjadi broker untuk jual beli domain name, antara lain www.domainmart.com, www.buydomains.com, www.domainsale.com, dan sebagainya.
  • Perkembangannya, jual beli domain name ternyata dapat menimbulkan masalah. World Wrestling Federation (WWF), keluar sebagai pemenang atas gugatan mereka terhadap penyalahgunaan domain name. Lembaga A.U.N yang bermarkas di Geneva memerintahkan Michael Bosman dari Redlands, California, memberikan domain name www.worldwrestlingfederation.com kepada WWF (Bisnis Indonesia, 20/1/2000). Bosman awalnya mendaftarkan domain name tersebut ke lembaga pendaftaran setempat akhir Oktober lalu dengan biaya US$100. Tiga hari kemudian dia ingin menjualnya ke WWF dengan harga US$1,000, suatu keuntungan yang cukup besar untuk Bosman. Namun dia gagal mengklaim bahwa domain name tersebut berhubungan dengan miliknya yaitu nama panggilannya atau keluarganya, atau bahkan nama salah satu binatang peliharaannya, sebagaimana dipersyaratkan oleh Lembaga A.U.N.
  • Contoh kasus [1] Indonesia mengenai tertangkapnya Hacker Indonesia di Singapura. Tertangkapnya seorang WNI di Singapura dengan tuduhan melakukan kejahatan hacking yang melanggar Cyberlaw. Inspektur Tan Chee Kiong, Pejabat Kepala Cabang Kriminalitas Komputer CID (Criminal Investigation Department) Singapore menyatakan bahwa hacker Indonesia yang tertangkap akan dijerat dengan UU Penyalahgunaan Komputer (Computer Misuse Act) yang biasa disebut sebagai Cyberlaw di Singapura. Pasal yang dikenakan adalah pasal sektor 3 tentang Unauthorized Access of Computer Material dan sektor 5 tentang Unauthorized Modification of Computer Material. Apabila terbukti bersalah, hacker tersebut akan dikenakan denda maksimal SGD$ 5 ribu dan/atau penjara maksimal 3 tahun untuk pasal sektor 3. Sedangkan pasal sektor 5 menyediakan hukuman denda maksimal SGD$ 10 ribu dan/atau penjara maksimal 3 tahun. Hacker yang ditangkap adalah seorang pria berusia 15 tahun dari Malang dan datang ke Singapore Minggu (28 Mei 2000) dengan tujuan melakukan kunjungan biasa bersama keluarga. Setelah Hacker tersebut ditangkap Senin (12 Juni 2000), tahanan negeri langsung dikenakan atau dia tidak diperkenankan untuk keluar dari Singapore. Sebagai jaminan, dua orang warga negara Singapore teman dari hacker tersebut menjadi jaminannya. Hacker tersebut, melakukan tindakan hacking berkaitan aktifitasnya di IRC (Internet Relay Chat).
  • Contoh kasus [2] di Indonesia, Nasabah BCA Dibobol Lewat Internet Banking Purwokerto-Kompas, Johanes Biantara (40 tahun) pengusaha otomotif Purwokerto kecurian uang senilai Rp 36,5 juta yang disimpan dalam rekening tabungan BCA Cabang Purwokerto. Kehilangan Itu dilakukan dengan cara membobol rekening tabungan korban melalui KlikBCA Online yaitu layanan Internet banking yang diperkenalkan BCA sekitar satu tahun lalu. Modus baru pencurian ini telah dilaporkan kepada Kepolisian Resort (Pol.Res.) Banyumas. BCA Purwokerto sudah dilapori sejak pembobolan yang pertama, tetapi akibat kurangnya respon dan tidak adanya langkah antisipasif dari BCA, pembobolan terus berlangsung. Senin sore (3 Desember 2001). BCA Purwokerto belum bersedia menjelaskan kasus pembobolan rekening nasabahnya. Hadi Mulyono, pimpinan BCA Purwokerto mengatakan, masih menunggu petunjuk dari kantor pusat BCA. Kepolisian Pol.Res. Banyumas masih mempelajari kasus yang baru pertama kali terjadi di daerahnya, termasuk melakukan investigasi terhadap kemungkinan keterlibatan orang dalam. Mahadi Manardi, pakar komputer di Purwokerto mengatakan tidak mudah membobol atau mencuri uang nasabah di bank yang mempunyai sistem pengamanan atau perlindungan yang canggih. Kecuali pemilik rekening, orang lain tidak bisa melakukan transaksi melalui Internet banking apabila tidak mengetahui nomor rekening tabungan, password atau PIN (personal identity number). Menurut Johanes, pembobolan rekening tabungan BCA miliknya diketahui pertama kali tanggal 5 November 2001. "Saya tidak pernah melakukan transaksi lewat Internet. Akan tetapi, hari itu terjadi transfer senilai Rp 2 juta ke rekening pihak ketiga," tuturnya. Sehari kemudian berturut-turut terjadi empat kali transaksi total senilai Rp 1.450.000,-. Senin, 19 November, kembali tabungannya dibobol. Bukan hanya satu kali akan tetapi sampai 46 kali transaksi. Besarnya nilai yang dicuri mulai dari Rp 100.000, Rp 110.000 sampai Rp 3 juta, bahkan sampai Rp 7.550.000. Total yang dicuri hari itu kemudian ditransfer ke rekening milik pembobol Rp 15,835 juta. Uang tersebut berdasar data print out rekening tabungan atas nama Johanes yang dikeluarkan BCA Purwokerto, antara lain digunakan untuk membeli kartu voucher isi ulang Mentari 13 kali, voucher Simpati dan Pro XL. Johanes heran, pihak BCA yang dilapori tidak segera memblokir ansfer atau upaya pembatalan pembelian voucher kartu GSM. Padahal begitu diketahui terjadi pembobolan BCA, Johanes langsung melaporkan peristiwa ini kepada BCA, namun pencurian terus berlangsung.
Sumber Internet ; revisi & republish by rgs.